TEMPO.CO, Banyuwangi - Srigati, istri tersangka kasus kerusuhan tambang Banyuwangi, Edi Laksono, menggugat praperadilan Kepolisian Daerah Jawa Timur ke Pengadilan Negeri Banyuwangi. Srigati menilai penangkapan dan penetapan suaminya sebagai tersangka tidak prosedural.
Sri mendaftarkan gugatannya pada Senin, 4 Januari 2016, melalui kuasa hukum, Mohammad Amrullah dan rekan, dengan nomor registrasi 01/pid.pra/2016/PN.Bwi. Amrullah mengatakan polisi menangkap Edi di rumahnya, Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Pesanggaran, pada 29 Desember 2015, pukul 15.00.
Edi ditangkap dan digelandang ke Markas Polda Jawa Timur di Surabaya pada hari itu juga. Penyidik menetapkan Edi sebagai tersangka karena dianggap telah melakukan kekerasan, perusakan, penganiayaan, memasuki pekarangan orang lain, dan atau penghasutan.
Namun sampai 4 Januari 2016, atau tujuh hari pascapenangkapan, Polda belum memberikan surat penahanan kepada keluarga Edi. Hal itu, kata Amrullah, melanggar Pasal 21 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. "Penahanan tersangka oleh Polda Jawa Timur tidak sah secara hukum."
Saat kerusuhan berlangsung, kata Amrullah, Edi tidak berada di lokasi. Bersama istrinya, Edi sedang berobat di salah satu rumah sakit lalu mengunjungi anaknya hingga pukul 20.30 WIB. Tidak proseduralnya penahanan tersebut membuat Amrullah mendesak polisi untuk segera melepaskan kliennya.
Hingga hari ini Polda Jawa Timur telah menetapkan tujuh tersangka kerusuhan tambang. Selain Edi, tersangka lain adalah Jovan, Suyadi, Sunarto, Didit Prasetyo, Fitriyati, dan Bukat.
Kerusuhan di lokasi tambang dilakukan ribuan massa warga sekitar tambang. Mereka merusak dan membakar infrastruktur tambang. PT Bumi Suksesindo mengklaim kerugian hampir Rp 20 miliar atas insiden itu.
IKA NINGTYAS