TEMPO.CO, Tasikmalaya - Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat melaporkan kepada pemerintah kabupaten bahwa ada 74 warganya yang mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Dari jumlah tersebut, dua warga menderita gangguan mental organik, 48 menderita skizofrenia dan gangguan psikotik kronik, 14 warga menderita gangguan psikotik akut, 1 warga menderita gangguan neurotik, 3 warga menderita gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja, dan 7 warga menderita epilepsi.
Para pasien merupakan usia remaja hingga orang tua. "74 dilaporkan (ke pemkab), ada beberapa katagori (penyakit) berat, sedang, dan ringan," kata Kepala UPTD Puskesmas Kecamatan Sukaresik, Asep Hermawan, saat pemeriksaan pasien di Kampung/Desa Sukapancar, Sukaresik, Jumat, 18 Desember 2015.
Puskesmas, menurut Asep, berupaya menangani pasien yang mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan. Bagi pasien yang kondisi penyakitnya berat dirujuk ke dokter spesialis di rumah sakit. "Jumlah pasien di 8 desa merata, tersebar," kata Asep.
Dokter puskesmas yang menangani pasien, Neng Heni Yudianti, menjelaskan, banyaknya warga yang mengalami gangguan kesehatan jiwa disebabkan berbagai faktor, salah satunya status ekonomi yang kekurangan.
"Faktor masalah yang terjadi di Sukaresik, kasusnya multi faktor sebetulnya. Walaupun saat kita telaah, rata-rata dari keluarga yang punya anak banyak, status ekonomi kurang, rentan sekali terkena gangguan kesehatan jiwa," kata Heni.
Ikhwal penyakit Skizofrenia, Heni menjelaskan, menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 18 Tahun 2014, kesehatan jiwa terbagi dalam dua katagori, yakni orang dengan masalah kesehatan jiwa (ODMK) dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Menurut Heni, orang dengan masalah kesehatan jiwa yang mengarah kepada gangguan jiwa bisa disembuhkan dengan obat. Sebaliknya, kalau orang dengan gangguan jiwa, penyembuhannya agak sulit. Pasien harus makan obat selama hidupnya.
ODMK, Heni menyebutkan, mengalami gejala stres, panik, dan kecemasan berlebih. "Tingkat cemas dan panik bisa dibantu obati sehingga tidak masuk ke ODGJ," ujarnya.
Sebanyak 48 warga yang dilaporkan puskesmas termasuk katagori orang dengan gangguan jiwa. Sementara sisanya, masuk katagori orang dengan masalah kesehatan jiwa. "Menurut saya, dengan jumlah itu cukup banyak, sehingga sudah masuk KLB (kejadian luar biasa)," tegas Heni.
Heni menambahkan, tiga pasien dengan gangguan kesehatan jiwa di Sukaresik terpaksa dipasung karena suka mengamuk dengan merusak benda di sekelilingnya. Pasien disimpan di kamar terpisah. "Ada yang diisolasi," katanya.
Nurhayati (55 tahun), orang tua yang anaknya, Saepuloh (35), mengidap gangguan jiwa mengatakan, anaknya mulai menderita gangguan jiwa sejak usia 17 tahun. Awalnya, Saepuloh tidak dikurung di dalam ruangan. Namun, anaknya itu kerap mengamuk, terutama saat diledek oleh anak kecil di kampungnya. "Sudah 8 tahun dikurung," kata Nurhayati saat ditemui di rumahnya, Jumat lalu.
Sebelum menderita penyakit tersebut, menurut Nurhayati, anaknya beraktivitas seperti biasa. Anaknya bahkan telah menempuh pendidikan di pesantren. "Kemudian dia kayak malu kalau lihat orang dan kayak ketakutan. Suka ngumpet," katanya.
CANDRA NUGRAHA