TEMPO.CO, Semarang - Tim Pemantau Peningkatan Pelayanan Penyelenggaraan Ibadah Haji (TP4H) Jawa Tengah menemukan setidaknya ada tiga persoalan teknis dalam pelaksanaan haji tahun 2015. Pertama, persoalan visa. Anggota TP4H Provinsi Jawa Tengah, Ali Mansyur, menyatakan persoalan tersebut bersumber dari adanya perubahan sistem oleh pemerintah Arab Saudi, yang mengakibatkan banyak visa yang belum jadi.
“Dampaknya, calon jemaah haji yang visanya belum keluar ditinggal di asrama haji,” kata Ali Mansyur kepada Tempo, Jumat, 28 Agustus 2015. Adapun kekosongan kursi pesawat digantikan calon jemaah kloter berikutnya.
Baca Juga:
Anggota DPRD yang menjadi anggota TP4H ini mencontohkan, pada kloter 1 Asrama Haji Donohudan, Surakarta, ada 18 orang yang visanya belum keluar. Ada seorang suami sudah mendapatkan visa, tapi istrinya belum.
Total ada 25 orang yang harus ditinggal menunggu visa keluar. Kursi yang kosong diisi calon jemaah dari kloter 2. Adapun sisa di kloter 2 diisi dari kloter 3 sekitar 40 orang. “Pemberangkatan kloter 3 juga demikian,” ujar Ali.
Ali menyatakan masalah kedua adalah penggabungan calon jemaah haji ke kloter lain ini menuai berbagai masalah di lapangan. Misalnya, penggabungan calon jemaah dengan bukan kloter asli berdampak pada hubungan antarjemaah. Jamaah harus beradaptasi secara sosial maupun dalam amal ibadah.
Sebab, sebelumnya setiap kloter sudah bermanasik haji bersama, tapi kini harus berpisah. “Yang sudah direncanakan secara matang di Tanah Air, menyangkut regu dan rombongan, harus berubah,” tutur politikus Partai NasDem tersebut.
Dampak lain, kata Ali, beberapa koper jemaah ada yang tertinggal serta terkirim ke pemondokan atau kloter lain. Bahkan ada tas koper yang sudah tiba di Madinah tapi calon jemaah hajinya masih di Asrama Donohudan, Surakarta.
Persoalan ketiga yang ditemukan Ali ihwal pemondokan di Madinah. Ali menilai, secara umum, pemondokan cukup layak karena jarak tempuh sekitar 200 hingga 1,5 kilometer dari Masjid Nabawi. Masalahnya, satu kloter tidak mesti ditempatkan dalam satu pemondokan. Misalnya kloter 1 dibagi dua maktab (pemondokan).
Bahkan, kata Ali, ada satu kloter yang dipisahkan dalam tiga maktab yang berjauhan. “Ini menyulitkan koordinasi petugas haji dan ketua kloter dengan ketua rombongan, ketua regu, dan jemaah haji,” ucap Ali. Ali Mansyur meminta Kementerian Agama segera mengatasi persoalan-persoalan teknis tersebut.
ROFIUDDIN