TEMPO.CO, Bandung - Pemilik sekolah-sekolah swasta di Kota Bandung memprotes kebijakan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menambah kuota kursi dan rombongan belajar di sekolah negeri. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Bandung, M Said Sediohadi. "Mau tidak mau, kami harus menyediakan kain kafan. Kalau begini, kami dibunuh semuanya," kata Said saat dihubungi lewat telepon, Kamis 9 Juli 2015.
Selain itu, ribuan guru honorer di sekolah swasta juga di terancam pekerjaannya dengan kebijakan orang nomor satu di Kota Bandung itu. "Tahun lalu saya mengurus 19 ribu guru honor. Sekarang sekolah swasta banyak yang teriak-teriak tidak dapat murid, gara-gara ada penambahan kuota," katanya.
Baca Juga:
Said menambahkan, hanya beberapa sekolah swasta favorit dan elit di Kota Bandung yang mampu bertahan. Mereka bahkan telah menutup rapat pendaftaran siswa baru PPDB 2015.
"Sebelum PPDB dibuka sekolah-sekolah elit sudah enggak menerima murid lagi. Tetapi sekolah swasta dengan kategori sedang, sampai saat ini ternyata masih di bawah target," imbuhnya.
Said berharap, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil memperhatikan kelangsungan nasib sekolah-sekolah swasta yang memang membutuhkan murid. Menurut dia, sekolah swasta sudah sejak lama turut membantu pemerintah dalam kelangsungan dunia pendidikan.
"Wali kota itu pejabat publik yang harus melihat keadaan dilapangan, termasuk sekolah swasta. Kalau membunuh sekolah swasta akan banyak yang dibunuh termasuk guru-guru honorer dan PNS," katanya.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menyatakan sekolah-sekolah swasta tidak perlu panik dan khawatir kehilangan siswa karena kebijakan penambahan kuota siswa SMP-SMA negeri. "Siswa dengan surat keterangan tidak mampu palsu tidak bisa sekolah di negeri," kata Ridwan Kamil di Balai Kota Bandung, Kamis 9 Juli 2015.
Ridwan Kamil menjamin, jumlah siswa sekolah negeri dan swasta akan proporsional di masa mendatang. "Sudah disosialisasikan. Pada dasarnya semua akan proporsional setelah pendaftar yang menggunakan SKTM palsu ini terlaporkan," katanya.
Kebijakan penambahan kuota dan rombongan belajar, ujar Ridwan Kamil, hanya bersifat darurat untuk mewadahi hak-hak siswa yang seharusnya diterima di sekolah yang dituju. Menurut dia, Pemkot Bandung akan terus mencari solusi yang adil tapi tetap memperhatikan aspirasi sekolah swasta.
Bertambahnya kuota, terjadi antara lain di SMA Negeri 21, Bandung. Namun menurut Erni Seherni, Wakil Kepala Sekolah SMAN 21, hal ini tidak diimbangi dengan jumlah kelas yang ada. Untuk menyiasatinya, pihak sekolah mengadakan menggabungkan kelas atau menyelenggarakan proses belajar di luar kelas. Penggabungan kelas biasa dilakukan untuk mata pelajaran Olahraga dan Biologi.
Di sisi lain, bertambahnya peserta didik menguntungkan guru-guru. "Justru dengan adanya penambahan siswa maka pihak kami diuntungkan, syarat sertifikasi yang mewajibkan 24 jam akan cepat terpenuhi," kata Erni.
PUTRA PRIMA PERDANA | DWI RENJANI