TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Wuryanto mengatakan bahwa TNI AD punya strategi untuk menangkal masyarakat terjerumus dalam perekrutan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Menurut Wuryanto, masyarakat dari kalangan ekonomi menengah dan ke bawah rentan terhadap rekrutmen bergabung dengan negara Islam yang berpusat di Irak dan Suriah tersebut. Musababnya, ISIS mampu menjanjikan gaji Rp 50-150 juta per bulan untuk orang yang bersedia berangkat ke dua negara Timur Tengah itu.
"Salah satu cara kami dengan membantu masyarakat memerangi kemiskinan. Jika masyarakat mapan maka iming-iming materi kurang memikat mereka," kata Wuryanto dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Senin, 27 April 2015.
Walhasil, TNI memanfaatkan rencana swasembada pangan dan ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah. Prajurit TNI, seperti bintara pembina desa diterjunkan ke kantong-kantong petani. Mereka bertugas memberikan penyuluhan pertanian kepada petani.
"Babinsa akan bantu petani memaksimalkan panen mereka sampai tercapai swasembada," kata Wuryanto.
Jika swasembada tercapai, maka perekonomian petani akan ikut terdongkrak. Alhasil finansial petani dan masyarakat yang bergantung pada pertanian akan mengalami perbaikan. "Kalau perekonomian sudah kuat, maka iming-iming uang dari ISIS tidak akan dihiraukan," kata dia.
Selain itu, Babinsa juga akan diberikan tugas sosialisasi bahaya paham radikal ke masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan merata ke seluruh desa di Indonesia akan menjadi strategi jitu mengurangi perkembangan paham radikal.
Selain memberikan sosialisasi, para Babinsa juga mampu mencari informasi keberadaan paham radikal di masyarakat. Jika peran Babinsa maksimal, maka TNI AD mampu mempersempit ruang gerak paham radikal, termasuk ISIS.
INDRA WIJAYA