TEMPO.CO, Yogyakarta - Masyarakat Dusun Paingan, Desa Sedangsari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, memiliki tradisi unik pada hari Lebaran. Mereka selalu menerbangkan balon raksasa ke langit, seusai menjalankan salat Idul Fitri. Balon raksasa itu terbuat dari lembaran plastik transparan yang direkatkan dengan cara dipanasi api lilin sehingga membentuk sebuah balon udara.
Pelepasan balon udara dilakukan di halaman makam Dusun Paingan, seusai salat Idul Fitri, Senin pagi, 28 Juli 2014. Begitu warga telah berkumpul, sekelompok pemuda segera mengusung balon udara. Sebagian lagi menyiapkan api dari segumpal kain goni bekas yang sudah dicelup dengan minyak tanah. Asap dan udara panas dari kain goni yang terbakar itu ditampung dalam balon setinggi 10 meter dengan garis tengah 4 meter. Balon yang mulanya kempis, lambat-laun menggelembung oleh udara panas dari pembakaran kain goni bekas yang sudah dicelup minyak tanah. Begitu balon siap mengudara, sesepuh dusun setempat, Amat Sujangi, memimpin doa sekaligus melepas balon udara, diiringi-diiringi sorak-sorai warganya.
Baca Juga:
Balon udara dari bahan plastik transparan warna hijau dengan “buntut” dari kertas krep warna jingga dan biru itu segera melesat ke udara, melewati pucuk-pucuk pohon kelapa. “Menerbangkan balon seusai salat Id ini sudah menjadi tradisi warga Dusun Paingan sejak tahun 1998. Maknanya adalah melepas segala kesalahan, saling memaafkan kesalahan antar-warga,” kata Maryadi, Kepala Dusun Paingan, seusai melepas balon udara.
Ekspresi saling memaafkan itu diperkuat dengan saling jabat tangan antar-warga. Satu sama lain saling mengucapkan selamat Idul Fitri diikuti permintaan maaf atas segala kesalahan yang telah diperbuat. Seusai saling jabat tangan, warga dusun kemudian masuk ke makam, berdoa di pusara sesepuh dusun setempat. Sebagian besar warga juga berdoa di pusara keluarga yang dimakamkan di tempat itu.
Menurut Maryadi, tradisi melepas balon udara ini juga dimaksudkan untuk merekatkan dua jemaah masjid di dusun tersebut, yakni jemaah Masjid Arrahman dan Al Furqon. “Dulu, kami hanya melakukan ziarah kubur bersama setelah salat Id. Kemudian muncul ide untuk membuat balon udara, untuk menyemarakkan acara ziarah kubur,” katanya. Maryadi menjelaskan kebiasaan ini terinspirasi dari masyarakat di Wonosobo dan Magelang, Jawa Tengah, yang juga melakukan hal serupa sebelumnya. “Pelepasan balon udara ini juga untuk menarik minat anak-anak dan kaum muda di sini,” katanya.
Supriyadi, pemuda Dusun Paingan, menjelaskan balon udara itu dikerjakan oleh para pemuda dusun setempat selama tiga hari. Pembuatan balon udara ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 300 ribu hasil patungan dari warga dusun. “Kesulitannya adalah membuat pola dan kemudian menyatukan potongan-potongan plastik agar membentuk balon udara yang baik,” ujar Supriyadi. Dulu pernah gagal. Balon udara hanya naik setinggi pohon kelapa dan kemudian jatuh lagi ke tanah. “Itu jadi pengalaman berharga sehingga dalam beberapa tahun terakhir ini tidak pernah gagal lagi,” katanya.
HERU C.N.