TEMPO.CO , Jakarta:Layanan jaminan sosial dan kesehatan belum sepenuhnya bisa dirasakan oleh seluruh warga Indoensia. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mengungkapkan jaminan tersebut baru bisa menyentuh 50 persen masyarakat yang membutuhkan. Karena itu, FITRA menolak menteri maupun pejabat negara mendapat fasilitas biaya kesehatan gratis di luar negeri.
"Kalau kayak gitu caranya, rakyat bayarin para pejabat berobat dari pajak dan ini sangat tidak adil," kata Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Ucok Sky Khadafi, saaat dihubungi, Jumat, 27 Desember 2013.
Ucok mengatakan, menteri maupun pejabat negara tak perlu berobat sampai ke luar negeri. Alasannya, prilaku pejabat semacam itu merupakan contoh buruk bagi masyarakat. "Ya harusnya berobat di Indonesia saja," kata Ucok. "Dan (pejabat) kampanyekan benahi rumah sakit di Indonesia, tingkatkan kualitas dokter, dan besarkan jaminan kesehatan untuk masyarakat.”
Ucok berharap asuransi kesehatan dan jaminan sosial ditekankan pada masyarakat yang membutuhkan. Menurutnya, lebih dari 86 juta orang Indonesia masih sangat membutuhkan jaminan sosial dan kesehatan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meneken Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2013 pada 16 Desember 2013 mengenai pelayanan kesehatan paripurna melalui mekanisme asuransi kesehatan kepada Menteri dan Pejabat Tertentu.
SBY juga meneken Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2013 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi pimpinan lembaga negara dari Ketua, Wakil Ketua sampai anggota DPR-RI; Dewan Perwakilan Daerah; Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK); Komisi Yudisial (KY); Hakim Mahkamah Konstitusi (MK); dan Hakim Agung Mahkamah Agung.
REZA ADITYA
Topik Terhangat
Atut Ditahan | Natal dan Tahun Baru | SEA Games | Jokowi Nyapres | Petaka Bintaro
Berita Terpopuler
Cara Menjerat Atut dengan Pasal Pencucian Uang
Atut Diduga Biarkan Penggelembungan Proyek Alkes
Atut Diduga Kecipratan Duit Proyek Alkes
DPP Golkar Dukung Ratu Tatu Maju Dalam Musdalub
Di Mana Ratu Atut Biasa Bertahun Baru