TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pers meminta Komisi Penyiaran Indonesia untuk melakukan eksekusi terhadap pengusaha media dan partai politik yang terus menerus menggunakan frekuensi publik untuk melakukan kampanye terselubung melalui iklan ataupun berita. Jika ditemukan unsur pidana dalam penayangan materi tersebut, KPI dan KPU wajib merapat untuk bekerjasama dengan Kepolisian.
“KPI kelihatannya gak mau melakukan eksekusi karena belum ada kesepakatan yang jelas soal aturan dengan KPU,” kata anggota Dewan Pers Stanley Adhi Prasetya, Senin, 10 Mei 2013. KPI juga dinilai menjadi pihak yang paling mengetahui soal belanja iklan parpol melalui kader-kadernya yang juga pemilik media.
Menurut Stanley, dengan menggunakan frekuensi publik untuk kepentingan politik golongan, partai dan pemilik media sudah melanggar Pasal 65 UU Penyiaran ayat 1f soal pelanggaran pedoman penyaiaran, dan pasal 71 ayat 2, tentang larangan peemuatan iklan terselubung. Sedangkan, Stanley juga menilai ada pelanggaran pedoman penyiaran Bab 29 pasal 50 ayat 2, dimana lembaga penyiaran tidak boleh bersikap partisan.
“Jelas sekali ada penyalahgunaan, untuk kepentingan tertentu,” kata Stanley mengomentari maraknya iklan terselubung dan berita parpol di sejumlah televisi swasta. Pelanggaran itu, kata Stanley, bisa diganjar sanksi administratif dan paling berat berupa pencabutan izin penyiaran.
Sebelumnya, data Komisi Penyiaran Indonesia pada bulan April 2013 sendiri menyebutkan terdapat 31 Iklan Nasdem, dan 18 pemberitaan terkait partai pimpinan Surya Paloh itu di Metro TV yang dimilikinya. Sedangkan di bulan yang sama, terdapat 138 iklan dan 10 pemberitaan terkait Aburizal Bakrie di jaringan Viva Group miliknya.
Dalam jaringan grup MNC milik konglomerat Harry Tanoe yang kini menjadi kader Partai Hati Nurani Rakyat, KPI menemukan 10 pemberitaan soal Hanura, 2 iklan Harry Tanoe, 9 iklan Perindo terkait Harry Tanoe, 15 pemberitaan soal Perindo, 3 berita soal Harry, dan 1 berita terkait Wiranto.
SUBKHAN
Terhangat:
Teroris | Edsus FANS BOLA | Ahmad Fathanah | Perbudakan Buruh
Baca juga:
Ahok Kembali Tegaskan Konsep Jakarta Smart City
Kampung Deret Pertama Jokowi Ada di Petogogan
Ahok: Komnas HAM Tidak Paham Keadilan
Ahok: Pemprov Tak Perlu Datang ke Komnas HAM