TEMPO.CO, Yogyakarta-Sultan Hamengku Buwono X menitipkan Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) yang ada di kawasan Gunung Merapi kepada masyarakat. Dengan cara itu, Sultan berharap Elang Jawa yang ada di kawasan Merapi tidak ditangkap untuk diperjualbelikan sehingga kelestarian satwa langka tersebut masih tetap terjaga.
“Elang Jawa di lereng Merapi ini tinggal lima ekor. Satu ekor lagi dilepas hari ini sehingga jumlahnya menjadi enam ekor. Saya berharap jangan ada yang ditangkap supaya bisa berkembang biak dan tidak punah,” kata Sultan sesaat sebelum melepasliarkan seekor Elang Jawa di Dusun Turgo, Kelurahan Purwobinangun, Kecamatan Pakem, DIY, Selasa, 26 Februari 2013.
Pelepasliaran seekor Elang Jawa jantan berumur empat tahun ini dihadiri oleh Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementrian Kehutanan, Darori, Bupati Sleman Purnomo, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta Ammy Nurwaty, serta puluhan kader konservasi dari lingkungan masyarakat. Elang Jawa yang dilepas di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi ini telah menjalani masa rehabilitasi selama dua tahun di Wildlife Rescue Centre Jogja.
Menurut Sultan, penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan berikut satwa di dalamnya sangatlah penting. Karena itu, perlu kerja keras antara BKSDA dengan pemerintah provinsi untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Tanpa penyadaran masyarakat, lanjut Sultan, pelepasliaran satwa ke alam bebas menjadi tidak berarti karena setelah dilepas ada kemungkinan ditangkap lagi oleh masyarakat. “Karena itu saya berharap masyarakat tidak menangkap satwa yang dilindungi oleh undang-undang. Saya berharap masyarakat bisa menjaga lingkungan di lereng Merapi ini berikut satwanya,” kata Sultan.
Baca Juga:
Untuk menjaga kelestarian lingkungan lereng Merapi, Sultan juga berharap ada gerakan penghijauan berupa tanaman buah-buahan. Tujuannya adalah untuk memberi cadangan pakan bagi satwa, khususnya kera ekor panjang, yang ada di lereng Merapi. “Dengan demikian tidak akan ada lagi kera yang turun ke bawah dan kemudian mengganggu tanaman milik warga. Mengapa kera-kera itu turun, karena di atas sana kemungkinan cadangan pangannya tidak ada, pasca letusan Merapi beberapa waktu lalu,” kata Sultan.
Imbauan agara masyarakat tidak menangkap Elang Jawa juga disampaikan Dirjen PHKA, Darori. Menurutnya, jumlah Elang Jawa di pulau Jawa saat ini tinggal sekitar 200 ekor. Jumlah Elang Jawa yang hidup di alam makin berkurang karena perburuan dan keinginan segelintir orang untuk memeliharanya.
“Menurut Keppres No 4 tahun 1993, Elang Jawa adalah lambang Negara Indonesia. Alangkah kecewanya jika lambang Negara kita yang masih hidup di alam nantinya punah akibat perburuan,” kata Darori.
Elang Jawa yang dilepasliarkan di lereng Merapi ini merupakan serahan dari Khusnul Irawan, seorang mahasiswa asal Piyungan, Yogyakarta. Satwa itu diserahkan ke WRC Jogja untuk direhabilitasi. “Kebanggaaan luar biasa bagi saya melihat Elang Jawa yang dulu saya serahkan, hari ini dilepas ke alam bebas. Saya berharap acara hari ini akan memotivasi masyarakat untuk tidak lagi memelihara elang dan satwa langka lainnya,” kata Khusnul.
Setelah dilepas, Elang Jawa tersebut akan terus dipantau oleh sejumlah relawan dari Raptor Indonesia (RAIN) serta sejumlah aktivis lingkungan lainnya. Pemantauan selama dua minggu ini dimaksudkan untuk memastikan Elang Jawa yang dilepas tersebut tidak diganggu masyarakat dan bisa menyesuaikan dengan lingkungan barunya.
HERU C. NUGROHO