TEMPO.CO, Yogyakarta- Bupati Wonosobo Abdul Kholiq Arif memperoleh penghargaan “Tokoh Tempo 2012 Bukan Bupati Biasa” di Hotel Kartika Candra, Jakarta, Selasa 12 Februari 2013. “Penghargaan Tempo menjadi apresiasi sekaligus berkah bagi saya. Ke depan, saya semakin mantap melakukan perbaikan lingkungan,” kata Kholiq dihubungi dari Yogyakarta.
Bupati Kholiq merupakan satu di antara tujuh bupati dan wali kota yang mendapat penghargaan dari Tempo karena prestasinya. Acara pemberian penghargaan “Tokoh Tempo 2012 Bukan Bupati Biasa” juga dihadiri oleh Wakil Presiden Budiono dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman.
Kholiq merupakan bupati yang berani membatasi penanaman kentang oleh petani di kawasan Dataran Tinggi Dieng guna menahan laju kerusakan lahan. “Masih ada 10.850 hektare lahan kritis yang harus diselamatkan,” kata dia. Budi daya tanaman kentang menurutnya membawa kerugian jauh lebih besar ketimbang dengan menanam jenis tanaman pertanian lainnya karena merusak lahan.
Dataran Tinggi Dieng memiliki keterbatasan daya dukung lahan. Penanaman kentang secara besar-besaran akan memicu bencana alam, seperti longsor. Wonosobo , kata dia juga telah kehilangan 3 miliar meter kubik air. Sebanyak 138 dari 582 mata air sekarang sudah mati. Kondisi ini terjadi karena kerusakan lingkungan. Di Gunung Sindoro juga sering terjadi kebakaran karena kelalaian manusia.
Ia berinisiatif membentuk tim kerja pemulihan Dieng untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Di sekolah ia pun mengharuskan sekolah membuat kebun bibit. Dalam satu tahun, sekolah mampu menghasilkan 2,4 juta bibit pohon yang bisa ditanam di lahan-lahan milik desa maupun perorangan.
Kholiq pun mengajak Tempo untuk menanam pohon di kawasan Dieng. “Saya ajak Tempo tanam pohon dalam waktu dekat di lahan-lahan kritis. Tempat itu nanti dinamai Bukit Tempo,” katanya.
Tidak hanya isu lingkungan, Kholiq juga merangkul preman untuk menjaga keamanan Wonosobo melalui pendekatan kemanusiaan. “Preman tidak perlu dimusuhi karena mereka bisa berubah. Kami sering libatkan mereka dalam kegiatan keagamaan, misalnya tradisi macapatan dan tahlilan.,” katanya.
Untuk mengukur tingkat keamanan, ia membuat konser musik dangdut di 14 kecamatan pada 2007. “Saya ingin tahu sejauh mana keberhasilan mengatasi konflik. Ternyata cukup berhasil karena tidak ada senggol-senggolan atau perkelahian antarwarga,” katanya. Usaha Kholiq membuahkan hasil. Selama 3-4 tahun terakhir, Wonosobo mendapatkan juara dua tingkat nasional sebagai kabupaten yang mampu mengatasi konflik antarwarga.
Sisi lain yang membuat Kholiq mendapat penghargaan dari Tempoadalah reformasi birokrasi dan kemudahan perizinan bagi pelaku usaha. “Saya tak ingin struktur birokrasi yang kaku. Inti dari pelayanan kepada masyarakat itu ya cepat, praktis dan murah,” katanya. Kholiq juga menyatakan bersyukur mendapat penghargaan dari Tempo karena dia menganggap media ini punya kepedulian terhadap isu lingkungan. “Bagi saya Tempo juga dikenal sebagai media yang independen dan berintegritas,” kata dia.
SHINTA MAHARANI