TEMPO.CO, Yogyakarta - Terjadinya kekosongan jabatan wakil menteri setelah putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan jabatan itu dinilai sebagai cermin buruknya komunikasi politik pemerintah selama ini. “Katanya selama ini sudah ada komunikasi baik dengan lembaga lainnya? Kalau seperti ini bisa muncul kan berarti (komunikasi) itu hanya seremonial,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Maruarar Sirait, di Yogyakarta, Selasa 5 Juni 2012.
Ara, panggilan Maruarar, juga menganggap pemerintah telah mengabaikan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat. “Sejak awal kami di DPR sudah ikut mengingatkan soal landasan itu, tapi ya tidak dianggap,” kata dia menyesalkan.
Meski demikian, karena keputusan Mahkamah Konstitusi sudah dikeluarkan, pihaknya pun meminta pemerintah menaati keputusan tersebut. Menurut Maruarar, saat ini, sebagai lembaga pengawasan, pihaknya mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera melakukan langkah guna menindaklanjuti persoalan. Hal ini perlu segera ditangani agar tak keburu menimbulkan persoalan lain yang berdampak pada kinerja pemerintahan.
“Misalnya dengan kondisi di Kementerian Kesehatan, yang sampai sekarang masih belum memiliki menteri baru. Pemerintah seharusnya segera merumuskan penanggungjawabnya,” kata dia.
Maruarar menuturkan persoalan Wamen ini tak sekadar pertaruhan citra pemerintah, tapi juga menyangkut soal kemanusiaan. Para wamen yang sudah diangkat itu sebelumnya tak pernah merencanakan diangkat mengisi jabatan. Namun kemudian harus berhenti mendadak karena ada masalah. “Posisi (wamen) itu kan bukan mereka yang minta," kata dia.
PRIBADI WICAKSONO