TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan DI Yogyakarta masih menemukan sejumlah zat berbahaya pada aneka jajanan tradisional di sekolah dasar dan pasar tradisional. Zat berbahaya paling dominan digunakan pada campuran jajanan itu sejenis pewarna kimiawi biasanya untuk tekstil yakni merah atau rhodamin b dan kuning atau methanyl yellow.
“Ciri dasar adanya pewarna tekstil itu jika warnanya sangat tajam dan menarik. Kalau merah ya merah menyala,” kata Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan Pangan BPOM Yogyakarta Etty Rusmawati, Kamis (24/2).
Badan POM menemukan bahan perwarna itu saat menelusuri tiga titik sampel yakni di SD Bantul Timur (17 sampel), SD Muhammadiyah Bantul (6 sampel), dan Pasar Bantul (8 sampel). Kandungan pewarna tekstil terbilang tinggi. Jajanan yang mengandung zat berbahaya itu antara lain kembang gula atau harum-manis, klanting, dan kerupuk kluntung.
Pengujian Badan POM dilakukan di lokasi dengan menggunakan reagen untuk mendeteksi kandungan makanan secara cepat. Menurut Etty, ada empat zat berbahaya dalam jajanan berbasis industry rumah tangga, yakni formalin (pengawet), borax, pewarna merah (Rhodamin b) dan kuning (methanyl yellow). “Harga pewarna ini memang relatif murah dan tahan panas sehingga warnanya terus bisa tampak menarik,” kata Etty.
Konsumsi makanan itu dirasakan tak serta merta, tetapi akumulatif. Penyakit bisa muncul akibat konsumsi terus-menerus seperti kanker, kerusakan organ hati dan ginjal. Badan POM berencana segera menyita barang-barang berbahaya itu. “Kami sita yang terbukti berbahaya. Kami juga ingatkan untuk tidak mengulangi lagi,” kata Etty.
Dinas Kesehatan Bantul mengatakan periode penelitian yang dilakukan Agustus - Desember 2010 menemukan 20 warung penjual mie basah di wilayahnya, 80 persen positif menggunakan formalin sebagai pengawet. Badan tak menemukan kandungan bahan berbahaya tersebut dalam mie kering, dan mie basah khusus wilayah Sewon.
Kepala Dinas Kesehatan Bantul dr. Siti Noor Zaenab mengatakan akan memberikan pelatihan produksi terhadap penjual dan produsen makanan yang mengadung zat-zat berbahaya ini. “Kami hanya bisa membina, memberikan pelatihan produksi dengan dinas perindustrian secara kontinyu,” kata dia.
Badan POM memberikan toleransi tiga kali kepada para pedagang. Dinas Kesehatan akan menyegel mereka apabila tertangkap tiga kali menjual makanan mengandung zat berbahaya ini. Mereka terancam pasal 21 dan 55 Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan tercemar dan dapat dihukum penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp 600 juta. Tapi cukup sulit juga, karena pedagangnya selalu berganti-ganti," kata dia.
PRIBADI WICAKSONO