TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji membantah keterangan saksi ahli Brigadir Jenderal Ihza Fadri. "Semua keterangan saksi ahli tidak benar," ujarnya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 13 Januari 2011.
Dalam sidang tersebut, Ihza menyalahkan tindakan Susno dalam penanganan kasus PT Salmah Arwana Lestari. Kesalahan itu karena Susno memerintahkan penyidik secara langsung untuk menangkap dan menahan Anwar Salmah, pemilik PT SAL. Susno juga meminta penyidik menyita dan menyegel perusahaan pembibitan ikan Arwana ini.
Perintah ini dilontarkan Susno setelah bertemu dengan Haposan Hutagalung dan Sjahril Djohan. Haposan adalah pengacara Ho Kian Huat, pengusaha Singapura yang mengaku ditipu Anwar Salmah dalam investasi penangkaran ikan Arwana. Haposan meminta bantuan Sjahril yang dikenal dekat dengan Susno.
Menurut Ihza, perintah ini menyalahi prosedur di kepolisian. Seharusnya, yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan perintah itu adalah atasan penyidik, yaitu Direktur. Menurut Kepala Biro Bantuan Hukum ini, Kabareskrim bisa memerintahkan penyidik secara langsung melalui mekanisme gelar perkara. karena itu, tindakan Susno itu dinilai masuk dalam kategori intervensi perkara.
Susno mengatakan ia tak melanggar kode etik apa pun. Alasannya, Kabareskrim merupakan atasan penyidik yang memiliki kewenangan pengawasan. "Karena itu saya berhak untuk memanggil dan memerintahkan penyidik," ujarnya.
Menurut Susno, Kepala Bareskrim juga memiliki fungsi sebagai penyidik. "Penyidik tertinggi di Bareskrim itu ya Kabareskrim," tuturnya. Selain itu, dalam penyidikan, yang menjadi acuan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. "Itu menjadi pedoman untuk melakukan tindakan."
FEBRIYAN