Ahad kemarin, di kediamannya di kawasan Cinere, sebelah selatan Jakarta, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ini bertutur panjang-lebar tentang sikapnya kepada Anton Septian dari Tempo. Berikut ini petikannya.
Mengapa Anda mau bersaksi untuk Antasari?
Mungkin bagi orang yang tak tahu hukum, itu aneh. Tapi, kalau polisi menganggap itu salah, justru aneh. Apanya yang aneh? Saya datang ke pengadilan sebagai warga negara atas panggilan, atas nama pribadi.
Anda bersaksi tanpa izin Kepala Polri....
Tak ada ketentuan untuk meminta izin. Izin tak perlu. Tapi saya sudah antisipasi. Saya sudah lapor ke Kapolri. Bolehkah saya yang meringankan terdakwa? Boleh. Demi tegaknya kebenaran. Meski kasusnya hasil penyidikan polisi.
Apa yang ingin Anda jelaskan?
Saya ingin menjelaskan, supaya hakim tahu, mempertimbangkan dengan benar dalam menjatuhkan vonis. Betul surat itu saya yang teken. Tapi yang saya teken itu surat tentang Tim Pengawas Penyidikan. Ada tim lain di luar tim itu. Pengacara menyebutnya Tim Pencari Motivasi.
Apakah wajar dibentuk Tim Pencari Motivasi?
Jangan tanya saya. Tim itu bukan hanya untuk kasus Antasari. Tapi juga kasus yang melibatkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi lain.
Bagaimana tim itu bekerja?
Saya tak tahu. Tapi hasilnya gagal karena tak bisa mengantarkan Pak Bibit dan Pak Chandra ke pengadilan. Kan tujuannya itu. Tapi yang dituduh mengkriminalisasi pimpinan KPK itu saya.
Mabes Polri berang dan Anda dianggap melawan?
Saya tak tahu. Saya kira enggak. Kapolri kan reformis, sangat mengerti hukum. Saya percaya Kapolri tidak munafik. Perlawanan itu tidak boleh. Yang saya lakukan itu wajib karena memenuhi panggilan. Apakah ini perlawanan?
Mengenai penarikan fasilitas, benarkah Detasemen Khusus 88 mendatangi rumah Anda?
Malam itu Densus satu truk ke rumah bukan untuk menakuti-takuti saya. Mungkin tujuannya bersilaturahmi. Mungkin mereka kangen.
Mabes Polri akan memeriksa Anda....
Akan saya ikuti. Saya percaya mereka akan transparan. Saya percaya pemeriksa yang ditunjuk Kapolri bukan orang-orang bermasalah. Misalnya, saat menjabat Kapolda, dia dicopot karena diduga terlibat kasus korupsi, memakan anggaran. Saat menjabat Kapolda, dia gagal karena ada orang mati, misalnya.