TEMPO Interaktif, Banjarmasin - Tidak tahan dengan kondisi alam di Kalimantan Selatan, sedikitnya 57 kepala keluarga (KK) transmigrasi yang dimungkimkan di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Batola meninggal lokasi trans.
Alasan warga transmigrasi meninggalkan lokasi penempatan di Kalimantan Selatan, sebagian besar adalah masalah lahan garapan yang kebanjiran, atau lahan garapan tidak cocok.
Lokasi UPT yang ditinggalkan warga trans, adalah UPT Cintapuri Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar. Dilokasi ini sejak 2007 ditempatkan 109 KK transmigrasi dari Tasikmalaya, Cirebon, Banyuwangi, dan Probolingo. Dari 109 KK trans ditempat ini 37 Kepala Keluarga, diketahui meninggalkan lahan garapan, dan sisanya 72 KK masih mencoba bertahan.
Selain di lokasi UPT Cintapuri, di UPT Cerbon Kabupaten Batola sebanyak 20 Kepala Keluarga (KK) juga meninggalkan lokasi pemukiman, dan mereka kembali ke daerah asal mereka, kata Kepala Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Cerbon Gusti Djunaidi, kepada Tempo Rabu (30/12).
Menurut Djunaidi, alasan transmigran yang pulang kampung, tidak lain karena lahan garapan terendam air, kemudian warga trans tidak merasa mampu mengaraf lahan, dan akhirnya memutuskan pulang.
Padahal rata-rata lahan di basah di Kalimantan Selatan, terendam air, namun kondisi itu tidak berlangsung lama, dan lahan bisa di garaf, ujar Djunaidi.
Djunaidi mengungkapkan, perginya warga trans dari lokasi pemukiman, sebenarnya akibat ketidakprofesionalan dalam memilih transmigrasi yang akan di kirim. Contohnya, transmigrasi yang di daerah asalnya berprofesi sebagai gelandangan, pengemis, penarik becak, atau yang bukan petani, sebagian besar dari mereka akan meninggalkan lahan garapan. ”Seleksi betul orangnya, baru dikirim bertransmigrasi,” kata Djunaidi.
Sementara Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kalimantan Selatan Drs Kurdiansyah, kepada Tempo Rabu (30/12) mengatakan, pihaknya segera menurunkan tim pengkajian, terkait dengan kaburnya puluhan transmigrasi asal jawa dari Unit Pemukiman Transmigrasi. ”Apa betul lahan banjir, atau ada faktor lain,” tutur Kurdiansyah.
Menyinggung warga transmigrasi minggat dan menjual lahan seharga Rp10 juta hingga Rp15 juta per 1,5 hektare di UPT Cintapuri. Menurut Kurdiansyah, pihaknya akan memprosesnya secara hukum, karena yang mereka jual adalah tanah negara, dan belum diserahkan ke warga trans, mengingat trans baru bermukim 2 tahun dari 5 tahun yang direncanakan pembinaan oleh dinas transmigrasi.
KHAIDIR RAHMAN