TEMPO Interaktif, Jakarta: Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Arif Havas Oegroseno memastikan bahwa hanya Indonesialah yang mengeksploitasi minyak di Blok Ambalat. Kalau dilihat dari posisi pemberian konsesi, posisi Indonesia lebih kuat daripada Malaysia. "Sangat kuat. Karena kita memberikan konsesi minyak di laut Sulawesi itu sejak 1966-1967,” kata Havas saat ditemui diruangannya, Departemen Luar Negeri Jakarta, kemarin.
Konsesi terakhir, menurut Havas, oleh RI diberikan kepada Eni Italia pada 1980. “Jadi selama ini Indonesia saja yang melakukan eksploitasi dan eksplorasi. Malaysia tidak,” ujarnya.
Terkait memanasnya suasana Blok Ambalat, Havas mengatakan, kejadian seperti itu bukan barang baru. “Sudah berkali-kali, kami juga telah berkali-kali menyampaikan nota protes,” ujarnya. Havas menilai manuver Malaysia dinamika biasa dalam proses perundingan perbatasan laut.
Sejak 2005, kata Havas Indonesia dan Malaysia telah secara intensif merundingkan perbatasan laut antara kedua negara. “Adalah salah kalau kita berunding hanya soal Ambalat. Laut yang belum memiliki perbatasan bukan hanya di situ. Ambalat hanya sebagian kecil,” ujarnya. Perundingan terdekat akan dilaksanakan pada bulan depan.
Havas mengatakan perundingan berjalan baik. Malaysia dan Indonesia saling memberi tanggapan atas poin yang dirundingkan. Mengenai waktu, Havas menambahkan, memang tidak ada target karena karakter perundingan perbatasan sengat unik.
“Dengan Vietnam kita berjalan sampai 30 tahun, tapi dengan Singapura hanya 5 tahun. Jadi batas laut memang tidak bisa ditargetkan,” ujarnya. Apalagi perundingan batas laut paling sedikit akan menyangkut 15 elemen untuk dibicarakan.
Perundingan perbatasan ini, kata Havas memiliki tiga level yaitu kebijakan, operasional dan teknis. Apa yang terjadi di atas meja, lanjut dia, harus seimbang dengan apa yang ada dalam tataran oprasional dan teknis.
“Kehadiran kekuatan TNI di Blok Ambalat menjadi penting untuk menyeimbangkan apa yang di atas meja dengan yang dilapangan,” ujarnya. Di dunia ada sekitar 400-500 perundingan batas laut, dinamika yang terjadi juga sama dengan apa yang terjadi di Indonesia dan Malaysia. “Jadi kehadiran memang penting”.
Menurutnya lagi tidaklah salah TNI menambah jumlah kapal perang di Blok Ambalat. Hanya saja jika ada yang memanas-manasi TNI untuk menembak, Havas sangat menyayangkan. “Secara hukum internasional hal seperti ini harus dirundingkan, secara hukum nasional kita juga begitu. Semua ada fasenya, ada aturannya” ujar Havas.
Soal permintaan TNI AL agar Deplu segera menyelesaikan diplomasi Blok Ambalat, Havas mengatakan bahwa TNI AL pasti sudah tahu apa bagaimana prosesnya. “Mereka tergabung dalam tim perundingan, ada TNI AL dan Mabes TNI,” ujarnya.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan saat ini sedang berkoordinasi dengan TNI AL terkait nota protes atas pelanggaran kapal perang Malaysia Sabtu pekan lalu. “Agar protes yang kita kirim tak jadi salah. Misalnya tak cantumkan informasi yang tidak akurat,” ujarnya.
Deplu, lanjut Faiza ingin nota itu jadi satu lagkah yang benar dan terukur untuk dijadikan dasar kedepan. “Bahwa pada tahapan kita menekankan kembali kedaulatan kita dan hak berdaulat kita di ZEE, maka dengan nota itu apa yang jadi klaim kita semakin kuat”.
Menurut Faiza Malaysia juga mengikuti apa yang berkembang di tanah air terkait Ambalat. “Mudah-mudahan apa yang diekspresikan oleh masyarakat dan berbagai pihak juga jadi dorongan bagi Malaysia untuk segera menyiapkan tim perunding mereka sehingga proses negosiasi bisa dilanjutkan kembali,” ujarnya.
TITIS SETIANINGTYAS