TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Klaten nonaktif, Sri Hartini, berharap tidak terlalu lama menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bulu, Semarang. "Setelah sidang vonis, Bu Hartini ingin segera dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Klaten atau Rumah Tahanan Kelas 1 A Surakarta. Biar rasanya lebih dekat dengan keluarga dan kampung halaman," kata pengacara Sri Hartini, Deddy Suwadi, kepada Tempo, Kamis, 14 September 2017.
Deddy mengatakan, secara psikis, narapidana perempuan lebih lemah dibandingkan laki-laki, karena itu mereka lebih membutuhkan dukungan, baik dari keluarga maupun orang-orang terdekatnya agar tetap tabah selama menjalani hukuman. "Kalau di Semarang (LP Bulu) rasanya kok terlalu jauh dari Klaten," kata Deddy.
Baca juga: Cerita Ajudan Bupati Klaten Soal Jual-Beli Jabatan, Itu...
Sudah hampir tujuh bulan Sri Hartini dipenjara sejak terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi di rumah dinasnya pada 30 Desember 2016. Hartini didakwa menerima suap dan gratifikasi total Rp 12,8 miliar dari para pejabat yang ingin naik jabatan dan mutasi serta dari sejumlah pihak, seperti kepala sekolah, kepala desa, dan swasta.
Hartini diancam tuntutan 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun penjara. Vonis untuk bupati yang belum genap setahun menjabat itu akan dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang pada Rabu, 20 September 2017. Deddy berharap majelis hakim akan menjatuhkan vonis yang jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan dari jaksa penuntut umum KPK.
Menurut Deddy, selama proses penyidikan hingga persidangan, Hartini bersikap kooperatif. Bahkan, kata Deddy, kliennya tidak merugikan negara. "Negara justru diuntungkan karena uang suap dan gratifikasi yang akan disita negara itu dari para pegawai dan pribadi-pribadi lain. Jadi bukan (hasil korupsi Sri Hartini) dari APBD atau APBN," katanya.
DINDA LEO LISTY