INFO NASIONAL - Rapat Paripurna DPR RI, Rabu, 13 September 2017, akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Konvensi Minamata Mengenai Merkuri (Minamata Convention on Mercury) untuk disahkan Presiden menjadi Undang-Undang. Rapat ini dihadiri perwakilan dari Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Dalam pendapat akhir Presiden yang dibacakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dipaparkan mengenai pengertian merkuri, latar belakang konvensi Minamata, dan pentingnya meratifikasi Konvensi Minamata mengenai Merkuri ini bagi Indonesia. Menteri Siti Nurbaya mengatakan merkuri atau air raksa adalah unsur kimia berupa logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan hidup karena bersifat racun, bio-akumulasi, dan dapat berpindah antar wilayah negara.
Baca juga:
Siti Nurbaya menuturkan Konvensi Minamata lahir dari peristiwa minamata di Jepang pada 1950 lalu, yang mengakibatkan ratusan ribu penduduk terkena gangguan kesehatan. Hal itu terjadi setelah limbah merkuri perusahaan pupuk Chisso Chemical Corporation mencemari teluk Minamata.
Menurut Siti Nurbaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menganggap penting untuk ikut meratifikasi konvensi ini. Hal itu sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28H ayat 1, dimana setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. "Atas dasar itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Pemerintah Indonesia perlu melakukan pengesahan konvensi tersebut dalam bentuk undang-undang melalui persetujuan DPR-RI dan disahkan oleh Presiden RI," kata Siti Nurbaya.
Konvensi Minamata memiliki 35 pasal dan lima lampiran. Ada empat bagian utama dari konvensi ini. Pertama, pengaturan operasional yang memuat kewajiban mengurangi emisi dan lepasan merkuri serta senyawa merkuri antropogenik ke media lingkungan. Kedua, dukungan bagi negara pihak dalam sumber pendanaan, peningkatan kapasitas, bantuan teknis dan alih teknologi, pelaksanaan dan komite pematuhan. Ketiga, informasi dan peningkatan kesadaran termasuk aksi mengurangi dampak merkuri. Keempat, pengaturan administrasi lainnya.
Baca juga:
Konvensi ini juga memuat harapan untuk menghapus secara bertahap hingga tahun 2020 penggunaan merkuri pada baterai, termometer, dan penghapusan penggunaan merkuri pada pertambangan emas dalam skala kecil.
Dalam tanggapannya, Menteri LHK menyatakan peratifikasian Konvensi Minamata ini menjadi dasar hukum bagi peraturan perundangan dan kebijakan lingkungan hidup, sekaligus mendorong sektor industri untuk tidak menggunakan merkuri sebagai bahan baku industri, serta mendorong sektor kesehatan untuk tidak lagi menggunakan merkuri. "Ini juga menjadi dasar bagi KLHK untuk memperkuat pengaturan dan pengawasan pengelolaan limbah merkuri, sehingga dapat mengurangi risiko terkontaminasinya tanah, air, dan udara dari merkuri, hingga meningkatkan kerja sama global untuk pertukaran informasi dalam penelitian, dan pengembangan," katanya.
Melalui ratifikasi ini, Indonesia memiliki hak memberikan suara, baik di tingkat regional maupun internasional. Pemberlakuan konvensi ini akan dimulai 90 hari setelah persetujuan dari negara ke-50 yang menyepakati konvensi ini. (*)