TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis dan pendiri Watchdoc Dandhy Dwi Laksono mengaku terkejut dengan pelaporan atas dirinya yang dituduh menghina dan menebarkan kebencian mengenai Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo atas artikel yang diunggah dalam laman Facebook-nya. Ia menyatakan terbuka dengan pendapat berbagai pihak terhadap tulisannya itu.
"Saya terbuka sekali jika artikel bisa ditunjukkan di mana masalahnya, di mana persoalannya, dan perpektif apa yang benar, dan kita lihat apakah ini persoalan data, perspektif, atau persoalan apa," kata Dandhy di sela acara peringatan 13 tahun kematian Munir Said Thalib di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis 7 September 2017.
Baca : Dandhy Dwi Laksono, Pendiri Watchdoc yang Dipolisikan Repdem PDIP
Terlebih lagi, Dandhy menilai PDIP memiliki Megawati Institute yang diisi kaum akademisi dan cendikiawan. Menurut dia, hal yang mudah bagi PDIP untuk merespons tulisannya secara terbuka. "It's matter blink an eye untuk membalas artikel saya," kata dia.
Karena itu, menurut Dandhy, pendapatnya dalam Facebook tersebut tak harus masuk dalam persoalan pidana. "Ke mana tradisi intelektual kawan-kawan yang mengalami masalah difusi dan sayap partai tiba-tiba sekarang main pasal polisi begitu," kata dia.
Baca : Dipolisikan Repdem PDIP, Ini Tanggapan Dandhy Dwi Laksono
Dandhy dilaporkan ke Kepolisian Daerah Jawa Timur oleh Dewan Pengurus Daerah Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur, organisasi sayap PDI Perjuangan terkait status Facebook yang diunggahnya. Repdem menilai status tersebut adalah upaya Dandhy menebarkan kebencian terhadap Megawati dan Jokowi.
Dalam statusnya, Dandhy menulis, "Tepat setelah Megawati kembali berkuasa dan lewat kemenangan PDIP dan terpilihnya Presiden Jokowi yang disebutnya sebagai "petugas partai" (sebagaimana Aung San menegaskan kekuasaannya), jumlah penangkapan warga di Papua tembus 1.083". Meski dianggap menebarkan kebencian oleh Repdem, beranda laman Dandhy justru dipenuhi oleh dukungan terhadap Dandhy.
ARKHELAUS W.