TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengingatkan seluruh komponen bangsa dan Aparatur Sipil Negara (ASN) agar tidak menjadikan negeri ini ajang konflik agama.
Panglima TNI dalam pengarahannya kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama di acara Workshop yang mengambil tema "Peneguhan Pancasila Bagi Aparatur Sipil Negara" mengajak seluruh ASN berperan aktif dalam mencegah maraknya provokasi dan adu domba di tengah masyarakat.
"ASN harus bisa mengajak seluruh masyarakat dalam menghapus sentimen negatif atas dasar Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA)," katanya di Jakarta, Rabu 31 Mei 2017. (Baca: Jokowi Gunakan Komik dan Vlog Hadapi Kelompok Anti-Pancasila)
Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menuturkan, setiap agama pasti mengajarkan kebaikan, sehingga tidak ada alasan menjadikan agama sebagai alat permusuhan dan perpecahan.
"Saya seorang Muslim, di dalam agama saya, Islam adalah agama yang paling baik, namun di agama lainnya, mereka juga berpikir yang paling baik. Jadi tidak usah diperdebatkan tentang perbedaan agama. lakum diinukum waliyadin (untukmu agamamu, untukku agamaku), semua agama mengajarkan perdamaian dan kebaikan. Jangan jadikan negeri ini ajang konflik agama," tutur Gatot Nurmantyo.
Di hadapan peserta yang terdiri atas para pimpinan Kementerian Agama se-Indonesia, Panglima TNI mengingatkan bahwa Pancasila harus menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut dia, cara beragama di Indonesia sudah ditetapkan dalam Sila Pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Bila tidak ada Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu, maka itu bukan Indonesia," tuturnya. (Baca: Maarif Institute: Sekolah Selama Ini Permisif Ideologi Berbahaya)
Panglima TNI melanjutkan, saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan kompetisi global. Dalam menghadapi tantangan tersebut, bangsa Indonesia harus menjadi bangsa pemenang bukan bangsa pecundang. Untuk menjadi bangsa pemenang, Jenderal bintang empat ini menuturkan sejumlah tantangan dan peluang yang akan dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi.
Misalnya, energi. Ia menyebut produksi minyak menurun akan menyebabkan gaya hidup akan berubah. Perubahan sudah terjadi pada bidang bisnis. Dia mencontohkan perusahaan taksi online yang tidak memiliki armada taksi dan sepeda motor.
"Kekuatan ekonomi bukan pada besarnya negara tapi siapa cepat negara tersebut memiliki inovasi," ujar Gatot.
Gatot Nurmantyo melanjutkan, orang yang tinggal di luar negara-negara ekuator akan mengalami krisis pangan, energi dan air. Akibatnya, mereka akan melakukan migrasi menuju daerah ekuator seperti Indonesia. Negara yang kalah dalam kompetisi akan menjadi negara multi krisis dan berimbas pada krisis sosial dalam bentuk migrasi lintas negara. (Baca: Ormas Anti-Pancasila, Menteri Ryamizard: Cari Negara Lain Saja)
"Migrasi tidak sama seperti pengungsi, karena migrasi perpindahan manusia antar negara untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Bila kita lengah menjaga bangsa ini, tidak menutup kemungkinan bangsa Indonesia akan terkena dampak migrasi tersebut," tuturnya.
Konflik antar negara di seluruh dunia saat ini, Gatot berujar, sejatinya dilatarbelakangi oleh perebutan energi. Salah satu contohnya adalah konflik yang terjadi di wilayah Arab Spring. Mendatang, kata dia, konflik di dunia akan bergeser ke daerah ekuator.
"Yang tadinya berlatar belakang energi, berubah karena alasan pangan, air dan energi," ucapnya.
Panglima TNI juga mengingatkan, sebagai pembina umat (ASN Kemenag) Pancasila juga tidak luput juga akan digoyang. Dia menjelaskan, bila Pancasila hilang, tidak ada keadilan. Padahal dalam Pancasila hak dijunjung tinggi.
Panglima TNI pun menyampaikan perspektif ancaman terhadap NKRI. Ancaman pertama adalah migrasi, dan selanjutnya ancaman narkoba. Menurutnya, ada hampir 5 juta atau 2 persen penduduk kita terkena narkoba.
"Kita ini sudah berada dalam darurat narkoba," ujar Gatot seraya menambahkan ancaman lainnya adalah terorisme dan radikalisme, serta penjajahan media sosial.. Atas fenomena penjajahan media sosial ini, Panglima mengaku prihatin. "Ini mengancam persatuan kesatuan bangsa," kata Panglima TNI. (Baca: DPR Dukung Situs Penyebar Paham Anti-Pancasila Diblokir)
Sementara itu Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengatakan di tengah tantangan kompleks, ekspektasi publik semakin besar kepada Kemenag karena mengemban amanah mengelola hal ihwal agama. Lukman ingin membangun optimisme di semua kalangan bahwa mayoritas bangsa Indonesia masih mempunyai komitmen terhadap Pancasila, NKRI, Bineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Ketahanan bangsa Indonesia saat ini tak terlepas dari warisan yang dirumuskan para pendiri bangsa tersebut. "Warisan-warisan tersebut dicetuskan dari budaya dan identitas lokal Indonesia sebagai bangsa religius dan agamis," kata Menag.
Dengan demikian hasil rumusannya kental dan berpijak pada nilai-nilai agama yang luhur. Betapapun Pancasila adalah pengejewantahan dan wujud manifestasi dari nilai agama itu.
"Inilah yang menjadi kewajiban kita wariskan warisan ini ke generasi penerus. Indonesia yang religius damai dan rukun harus jadi perhatian kita," kata dia. Selanjutnya, disaksikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Panglima TNI menuliskan ungkapan (quote) di atas kanvas komitmen meneguhkan Pancasila. (Baca: Presiden Jokowi Segera Bentuk Unit Pemadam Intoleransi)
Di samping itu pula sebagai pamungkas kegiatan ini, para peserta yang terdiri pejabat eselon I dan II Kemenag Pusat, Kanwil se-Indonesia, Kemenag Kab/ Kota se-Pulau Jawa, Lampung, dan Bali, perwakilan Kemenag Kab/ Kota di luar Jawa, Lampung, dan Bali, rektor dan ketua perguruan tinggi agama negeri se-Indonesia, seluruh auditor Kemenag, dan pejabat Itjen Kemenag, membaca deklarasi kesetiaan terhadap NKRI dan merawat bersama Pancasila dan kebhinekaan.
ANTARA