TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan, membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan tanpa alasan. Pembubaran didasari oleh ideologi khilafah yang didakwahkan HTI, mengancam kedaulatan politik negara yang berbentuk NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Ideologi khilafah yang disuarakan HTI, menurut Wiranto, bersifat transnasional. Artinya, ideologi ini meniadakan konsep nation state. "Untuk mendirikan negara Islam dalam konteks luas sehingga negara dan bangsa jadi absurd," kata Wiranto dalam keterangan pers di kantornya, Jumat, 12 Mei 2017. "Termasuk Indonesia yang berbasis Pancasila dan UUD 1945."
Baca: Pengakuan HTI Mengapa Usung Konsep Khilafah di Indonesia
Wiranto mengatakan, pembubaran HTI telah melalui proses panjang, lewat pengamatan dan mempelajari nilai yang dianut ormas tersebut. Meski tak mengingkari HTI sebagai organisasi dakwah, Wiranto beranggapan tindakan dan dakwah mereka mengancam kedaulatan negara. "Dakwah yang disampaikan masuk wilayah politik," kata Wiranto.
Undang-Undang Dasar 1945 jelas mengutarakan tujuan Indonesia sebagai negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Berdaulat itu termasuk kedaulatan dalam politik. "Kalau dalam politik tidak bisa berdaulat, bagaimana kita bisa bersatu?"
Baca: HTI dari Dakwah hingga Tudingan Radikalisme
Khilafah, menurut Wiranto, telah dilarang di 20 negara, termasuk negara yang mayoritas penduduknya muslim. Ada Arab Saudi, Pakistan, Mesir, Yordania, Malaysia, dan Turki. "Mereka sudah lebih dahulu melarang HTI di negara mereka."
Wiranto mengatakan, keberadaan HTI dirasa semakin meresahkan. Pasalnya dari laporan kepolisian banyak penolakan di berbagai daerah, bahkan memicu konflik horizontal antara masyarakat yang pro dan kontra. "Kalau dibiarkan akan meluas lagi," kata dia.
Wiranto menganggap tidak akan ada kompromi terhadap organisasi manapun yang mengancam eksistensi Indonesia, termasuk HTI. "Kewajiban kita yang lahir di Indonesia mempertahankan warisan ini, warisan keberadaan NKRI," kata dia.
AHMAD FAIZ