TEMPO.CO, Magelang - Sejak Ahad malam hingga Senin, 2-3 April 2017, SMA Taruna Nusantara merehabilitasi psikologis 381 siswa kelas X. Hal tersebut dilakukan pihak sekolah agar dapat mendeteksi kondisi kejiwaan siswa sekaligus mengidentifikasi gejala psikologis seperti AMR, tersangka kasus tewasnya siswa SMA Taruna Nusantara.
“Dari keterangan psikiater yang kita libatkan, ekspresi siswa beragam,” kata Kepala SMA Taruna Nusantara Usdiyanto ketika ditemui Tempo, Senin.
Baca juga: Hari Ini Rekonstruksi Kasus Pembunuhan Siswa SMA Taruna Nusantara
Rehabilitasi psikologis, ucap Usdiyanto, dilakukan psikiater, psikolog, dan guru bimbingan konseling yang berjumlah 27 orang. Tim tersebut diketuai Fanti Saktini, psikiater dari Rumah Sakit Nasional Diponegoro yang juga alumnus SMA Taruna Nusantara.
“Kami masih belum mendapatkan rincian hasil dari tim psikiater tentang detail kondisi siswa yang beragam tingkat gangguan psikologisnya. Setelah ini, dilanjutkan kelas XI dan XII secara bertahap,” ujarnya.
Wakil Kepala SMA Taruna Nusantara Bidang Hubungan Masyarakat Cecep Iskandar tidak membantah bahwa peristiwa pembunuhan di SMA Taruna Nusantara berakibat pada permintaan orang tua memulangkan anaknya. Ada beragam alasan yang diterimanya, mulai rindu hingga kecemasan yang dialami ibu siswa.
Dari penuturannya, sudah ada empat orang tua yang secara langsung mengajukan permintaan tersebut. Menurut Cecep, pihaknya menolak memulangkan siswa dengan berbagai alasan apa pun. “Kami harus pastikan semua siswa mendapatkan trauma healing. Bahkan sampai tiga bulan belum tentu selesai. Ini merupakan komitmen kami,” tuturnya.
Cecep mengatakan dibawanya siswa pulang ke rumah masing-masing tidak menjamin kondisi psikologis siswa dapat sembuh seperti semula. Selain bantuan tim psikolog, interaksi dengan teman-teman sekolah dinilainya bagian dari rehabilitasi psikologis. “Para siswa akan diajak berkonsultasi serta melakukan katarsis, kurasi, dan pengobatan. Dari situ, akan diketahui kondisi psikologis siswa,” ucapnya.
BETHRIQ KINDY ARRAZY