TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Adat Papua Meepago John Gobai meminta masyarakat Papua dilibatkan dalam pembahasan kontrak PT Freeport Indonesia bersama pemerintah dan perusahaan. Menurut dia kontrak kedua pihak selama ini tak satu kali pun melibatkan masyarakat setempat.
Pemerintah, kata John, tidak boleh arogan, dan Freeport tidak boleh menutup diri. “Warga menunggu di Papua, untuk berunding," ujar dia di kantor Imparsial, Jakarta, Ahad 5 Maret 2017.
Baca:
Presiden Jokowi Peringatkan Freeport
Kronologi Kontrak dan Eksploitasi Tambang Freeport di ...
Hadapi Tekanan Freeport, Menteri Jonan Tawarkan 3 Opsi
Menurut John, perubahan kontrak PT Freeport Indonesia bakal berdampak luas. Sebabnya, tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility, CSR) perusahaan selama ini digunakan untuk kesejahteraan masyarakat setempat. "CSR perusahaan itu membiayai anak-anak sekolah. Kalau anak-anak pulang, rusuh lagi. Apakah pemerintah akan bertanggung jawab?"
Perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia mulai kisruh ketika kontrak perusahaan itu bakal berakhir pada 2021. Perusahaan asal Amerika Serikat itu mengeluarkan ancaman akan menggugat pemerintah Indonesia ke badan arbitrase internasional bila tak ada titik temu mengenai kontraknya.
Baca juga:
Pastor Ini Terkesan Saat Jubahnya Disentuh Raja Salman
Diduga Jadi Pengedar Sabu, Guru SD di Rokan Hilir Ditangkap
Tokoh Adat Papua Thaha Al-Hamid mengatakan pelibatan masyarakat dalam pembahasan kontrak juga harus melibatkan daerah-daerah lain yang terdampak. "Tidak ada pilihan untuk tidak melibatkan rakyat karena ini barang bagus," ujar dia.
Ia mendukung langkah pemerintah untuk mengambil alih saham PT. Freeport Indonesia. "Saya kira sudah waktunya. Bahkan sederhana saja, ambil alih! Mosok perusahaan-perusahaan Indonesia tidak ada yang bisa mengelola?"
ARKHELAUS W.