TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Anton Charliyan mengatakan kepolisian sedang menjaga gereja di Makassar secara ketat. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya peristiwa yang berlangsung di Samarinda, Kalimantan Timur, pada Ahad, 13 November 2016.
"Kami melakukan pengamanan terbuka dan tertutup di setiap gereja," ujar Anton, Senin, 14 November 2016.
Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan aksi penyerangan menggunakan bom terjadi di tempat ibadah, khususnya nonmuslim. Itu sebabnya, Anton langsung memerintahkan seluruh jajarannya siaga di setiap gereja untuk melakukan pengamanan.
Anton mengatakan situasi di Makassar dan Sulawesi Selatan relatif kondusif. Meski begitu, polisi tetap ditempatkan di area vital yang memungkinkan dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal.
"Kami juga telah menyiapkan tim yang khusus menghalau potensi radikalisme dengan melibatkan kelompok masyarakat," ujar Anton.
Baca: Bom di Gereja Samarinda, PGI Minta Umat Tak Tebar Opini Liar
Pada Minggu pagi, 13 November 2016, Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan Timur, dilempari bom molotov. Akibatnya, satu balita bernama Intan Olivia Banjarnahor, 2,5 tahun, tewas akibat luka bakar di sekujur tubuhnya. Tiga korban lainnya, Alvaro Aurelius Tristan Sinaga, 5 tahun, Trinity Hutahayan (3), dan Anita Isabel Sihotang (2), masih dirawat intensif karena mengalami luka yang sama.
Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo meminta warga tidak mudah terprovokasi dengan insiden yang terjadi di Samarinda. Menurut dia, pelemparan bom tersebut diduga tidak berkaitan dengan konflik agama. "Ini adalah perbuatan satu orang dan tidak mengatasnamakan agama," ujar Syahrul.
ABDUL RAHMAN