TEMPO.CO, Balikpapan - Keluarga Humaida, korban dugaan mal praktek yang mati suri selama enam tahun sejak menjalani operasi sterilisasi, mempertimbangkan mengajukan gugatan eutanasia dengan suntik mati.
Ketua LBH Sikap Rio Ridhayon yang ditunjuk untuk mendampingi keluarga korban mengatakan sudah menerima mandat untuk mengajukan eutanasia itu. "Kami akan meminta fatwa Mahkamah Agung guna mengabulkan keinginan eutanasia atau suntik mati terhadap pasien Humaida," kata Rio di Balikpapan, Senin, 31 Oktober 2016.
Humaida, seorang perempuan warga Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, tak sadarkan diri sejak menjalani operasi steril di sebuah klinik di Paser 6 tahun lalu. “Masih hidup, tapi tidak bisa beraktivitas seperti manusia normal. Matanya hanya bisa bergerak ke atas,” kata Ahmad Januar, anaknya.
Masalah ini bermula saat Humaida, 41 tahun, melahirkan anak kelima secara normal di RSUD Panglima Sebaya Kabupaten Paser. Pihak rumah sakit merujuk ke sebuah klinik yang menangani proses kelahiran. “Mungkin karena mempergunakan surat keterangan tidak mampu,” kata Januar.
Proses kelahiran berjalan lancar dengan lahirnya bayi perempuan dinamai Nabira. Saat itu, salah seorang perawat menyarankan untuk operasi sterilisasi guna mengendalikan kehamilan ibu sang bayi. “Mungkin karena anaknya sudah lima sehingga disarankan menjalani operasi sterilisasi,” tutur Januar.
Pasca operasi sterilisasi, Januar menyebutkan ibunya mendadak mengalami kejang hingga detak jantungnya berhenti. Dia memperkirakan ibunya tidak memperoleh penanganan medis yang semestinya dari petugas medis berupa pernapasan buatan dan alat pacu jantung.
“Perawat hanya panggil-panggil ibu saja, setidaknya selama 30 menit seperti itu. Hingga akhirnya memanggil dokter untuk meminta bantuan. Namun kondisi ibu saya sudah seperti sekarang ini,” ujarnya.
Januar mengaku telah berkonsultasi dengan dokter yang menarik kesimpulan ibunya mengalami cedera parah akibat terhambatnya pasokan oksigen saat detak jantungnya terhenti.
Selama hampir enam tahun, Humaida mendapatkan perawatan di salah satu ruangan rumah sakit RSUD Kabupaten Paser. Suami korban, Abdul Mutholib, terpaksa harus meninggalkan pekerjaannya demi mendampingi istrinya di RSUD Kabupaten Paser.
“Keluarga kami sudah habis-habisan akibat masalah ini. Rumah sudah tidak ada, adik adik juga terpaksa dititipkan pada keluarga. Bapak juga tidak bisa bekerja karena menjaga ibu di rumah sakit,” katanya.
Januar juga telah mengajukan somasi ke Ikatan Dokter Indonesia Kalimantan Timur. “Masih menunggu jawaban IDI Kalimantan Timur soal kasus ini,” ungkapnya.
Ketua IDI Kalimantan Timur Nathaniel mengaku sudah menerima surat pengaduan Ahmad Januar. “Besok, kami melakukan sidang Majelis Kehormatan Etik IDI Kalimantan Timur. Soal eutanasia tidak bisa dilakukan karena melanggar sumpah dokter. Selain itu, tidak ada aturan hukumnya di Indonesia,” ujarnya.
SG WIBISONO