TEMPO.CO, Semarang - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang, Jawa Tengah, menuding pengembang perumahan sebagai penyebab banjir di awal musim hujan ini. “Banyak pengembang menerobos Perda dan cenderung hanya mencari untung secara finansial,” kata Sekretaris Komisi Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kota Semarang, Agus Riyanto, Jum’at 30 September 2016.
Menurut dia, pengembang melanggar aturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), sistem Bangunan Gedung serta Rencana Induk Sistem (RIS) Drainase yang dibuat pemerintah Kota Semarang. Dia menunjukan kasus banjir di Kecamatan Mangkang karena pengembang membangun perumahan di kawasan dataran tinggi di Ngaliyan, Kedungpane, Bukit Semarang Baru, Palir, dan Mijen.
“Pengembang yang membangun perumahan di dataran tinggi sengaja mengalih-fungsikan lahan hutan yang sebelumnya berfungsi sebagai daerah serapan air,” katanya.
Masalahnya juga, pemerintah Kota Semarang tidak mengawasi polah pengembang itu. Meski sudah ada aturan pengembangan lahan, seperti pembuatan danau buatan dan polder air. “Kondisi itu diperparah sikap pemerintah tak menegakkan aturan secara maksimal,” katanya.
Bahkan ia menuding sejumlah pengembang mendapatkan izin lewat jalur oknum pejabat dan pegawai di pemerintah Kota Semarang. Buktinya, ujar Agus, muncul perumahan di kawasan di kawasan hutan yang memiliki izin bangunan. “Pemerintah Kota Semarang harus tegas, proyek harus dihentikan jika tak sesuai aturan,” kata Agus.
Peraturan menyebutkan sanksi bagi pengembang yang melanggar berupa administasi hingga pidana. “Namun hingga kini dewan belum pernah melihat adanya ketegasan sanksi yang dikeluarkan pemerintah,” ujarnya.
Ketua Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah, Triyanto sulit dimintai konfirmasi terkait dengan tudingan itu. Begitu pula wakilnya Djoko Santoso, yang membidangi penataan wilayah.
EDI FAISOL