TEMPO.CO, Malang - Sejak sepuluh tahun lalu, daerah aliran Sungai Brantas dan Sungai Mlirip yang melintasi Mojokerto-Surabaya tercemar berat. Sumber pencemaran 45 persen berasal dari limbah rumah tangga, 25 persen limbah industri, dan selebihnya limbah pertanian seperti pestisida.
"Dampaknya, populasi ikan endemik turun," kata Gubernur Jawa Timur Soekarwo dalam Kongres Sungai Indonesia ke-2 di Waduk Selorejo, Malang, Jumat, 22 September 2016.
Menurut Soekarwo, pencemaran berat itu menyebabkan populasi ikan berjenis kelamin betina mencapai sekitar 85 persen sehingga menganggu proses reproduksi. Dampaknya, populasi ikan terancam punah.
Untuk mencegah kerusakan yang lebih parah, menurut Soekarwo, dikeluarkanlah peraturan gubernur yang menetapkan kawasan Sungai Mlirip menjadi kawasan habitat air. Setelah itu secara besar-besaran dibangun sanitasi komunal. "Tujuannya menghentikan kebiasaan masyarakat di sekitar bantaran sungai membuang limbah domestik di sungai," tuturnya.
Sejumlah perusahaan, kata Soekarwo, juga ditutup karena membuang limbahnya langsung ke sungai. Setelah ditata ulang, Soekarwo mengklaim pencemaran Sungai Mlirip menjadi terkendali. "Limbah domestik ditekan, warga telah menghentikan kebiasaan membuang air limbah domestik rumah tangga ke sungai," ujarnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengakui bahwa sungai menjadi persoalan penting dalam kehidupan manusia. Apalagi sumber mata air dan binatang atau biota yang telah hilang bakal merugikan manusia. "Air sumber kehidupan, manusia membutuhkan air," katanya.
Persoalan pencemaran air, menurut Ganjar, merupakan persoalan budaya. Banyak masyarakat di bantaran sungai yang membuang air besar dan membuang sampah di sungai. Ganjar mencontohkan Sungai Citarum yang tercemar berat setelah keluar dari sumber mata air. "Kongres ini menumbuhkan kepedulian. Yang peduli sedikit, mulai dengan tindakan kecil," ucapnya.
Air, kata Ganjar, menjadi isu strategis setelah energi. Selain itu, air juga menjadi bahan baku menggerakkan generator listrik. Ganjar menilai Kongres Sungai bisa dijadikan forum menyikapi dan membahas politik air setelah banyak investor asing yang menguasai sumber mata air.
"Sumber mata air diolah menjadi air kemasan dengan merek internasional. Jika semua sumber mata air dikuasai asing, dikhawatirkan banyak petani dan masyarakat yang kekurangan air," ujar Ganjar.
EKO WIDIANTO