INFO MPR - Pimpinan Badan Pengkajian MPR Rambe Kamarulzaman mengatakan dalam UUD NRI 1945 tidak ada ketentuan dan klausul tentang amandemen (perubahan) terbatas UUD. Sepanjang bisa memenuhi persyaratan sesuai dengan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945, perubahan UUD bisa dilakukan.
“Jadi tidak ada istilah perubahan terbatas Undang-Undang Dasar,” kata Rambe saat membuka acara diskusi kebangsaan MPR Goes to Campus di Universitas Lampung di Bandar Lampung, Rabu, 21 September 2016. Acara diskusi kebangsaan bertema “Menggagas Perubahan UUD NRI Tahun 1945” ini menghadirkan narasumber Martin Hutabarat (Fraksi Gerindra), Mujib Rohmat (Fraksi Golkar), dan Ali Taher (Fraksi PAN).
Rambe menjelaskan, UUD telah mengalami satu kali perubahan dalam empat tahap. Perubahan pertama ini untuk memperkuat sistem presidensial. “Jadi bukan empat kali perubahan, melainkan satu kali perubahan dalam empat tahap. Pada perubahan pertama ini kita ingin memperkuat sistem presidensial. Karena itu, ada pemilihan presiden secara langsung,” katanya.
Rambe menambahkan, perubahan UUD dilakukan secara adendum. Artinya, dengan penambahan. Dalam satu naskah UUD, ada naskah asli dan dimasukkan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat. “Sistem adendum ini menambah, bukan menghapus pasal. Kita bisa cek berapa kali pasal diubah,” ujar Ketua Fraksi Partai Golkar MPR ini.
Berkaitan dengan tema menggagas perubahan UUD, Rambe mengungkapkan, MPR memiliki kewenangan untuk menetapkan dan mengubah UUD. “Mengubah Undang-Undang Dasar sudah diatur dalam Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945,” tuturnya.
Menurut Pasal 37, kata Rambe, usulan perubahan UUD diajukan sedikitnya sepertiga anggota MPR. Usulan juga disertai alasan untuk mengubah pasal dan bagaimana rumusan perubahannya. “Jadi dalam UUD tidak ada amandemen terbatas. Selama persyaratan untuk melakukan perubahan UUD terpenuhi, perubahan UUD bisa digagas,” tuturnya. (*)