TEMPO.CO, Jakarta - Nilai rupiah diperkirakan ikut terkoreksi seiring dengan kecenderungan harga minyak mentah dunia yang turun. Tadi malam, harga minyak mentah di Amerika Serikat diumumkan turun 3 persen pada harga US$ 44,9 per barel.
Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada mengatakan pelaku pasar nantinya dapat menjadikan pengumuman mengenai cadangan minyak tersebut untuk melakukan aksi ambil untung terhadap risk money.
"Seperti rupiah, yang sempat menguat sebelumnya," kata Reza dalam pesan tertulis, Rabu, 14 September 2016. Reza memperkirakan rupiah akan bergerak di antara 13.200 dan 13.120.
Laju mata uang Amerika dalam perdagangan kemarin cenderung bergerak flat terhadap mata uang yen dan euro. Keadaan tersebut merupakan imbas adanya pesan dovish dari seorang petinggi bank sentral Amerika (The Fed), Lael Brainard.
Pernyataan Lael itu dianggap mempengaruhi reaksi pasar terhadap laju nilai mata uang dolar Amerika, yang semula melemah menjadi berbalik ke arah positif. Lael, dalam pidatonya di Chicago, menyatakan perlunya bank sentral negara tersebut mempertahankan kebijakan moneter yang longgar. Pernyataan Lael tersebut disanggah sejumlah petinggi Fed lain.
Presiden Fed Atlanta Dennis Lockhart mengatakan kondisi-kondisi ekonomi saat ini membutuhkan "diskusi serius" tentang suku bunga pada pertemuan September. Presiden Fed Boston Eric Rosengren mengatakan, dalam pidatonya pekan lalu, suku bunga rendah meningkatkan peluang overheating pada ekonomi AS.
DESTRIANITA