TEMPO.CO, Lhokseumawe - Aktivis lingkungan di Aceh menolak rencana pemerintah Aceh merevisi sebagian zona inti Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) untuk pengembangan potensi panas bumi. Revisi menjadi zona pemanfaatan guna izin eksplorasi kepada PT Hitay Panas Energi akan memperburuk kerusakan hutan.
“Faktanya saat ini kegiatan penebangan liar, perkebunan liar, baik dalam skala kecil maupun besar, tak mampu dihentikan. Patut dikhawatirkan pemberian izin eksplorasi kepada PT Hitay Panas Bumi di zona inti akan memperburuk kerusakan di TNGL,” ujar M. Nur, Direktur Walhi Aceh, Jumat, 26 Agustus 2016.
Kawasan TNGL, kata M. Nur, merupakan Cagar Biosfer dan ASEAN Heritage Park yang merupakan satu-satunya kawasan hutan di dunia yang menjadi habitat bersama bagi gajah Sumatera, badak Sumatera, harimau Sumatera, dan orang utan Sumatera yang merupakan empat spesies kunci Sumatera.
Rencana pemanfaatan geotermal di kawasan zona inti TNGL akan berdampak buruk terhadap keberadaan dan ancaman terhadap habitat empat spesies kunci Sumatera, mendegradasi kualitas air serta akan mengancam sumber ekonomi masyarakat sekitarnya yang sebagian bergantung pada pemanenan ikan air deras.
“Kami menolak rencana itu, kini mengusulkan pemanfaatan geotermal sebaiknya dialihkan ke lokasi potensial geotermal lainnya di Provinsi Aceh, yang berada di luar kawasan konservasi,” ujar M. Nur
Menanggapi protes aktivis lingkungan hidup, Kepala Dinas Kehutanan Aceh Ir Husaini Syamaun MM mengharapkan aktivis lingkungan tidak melihat kepentingan satwa saja, tapi juga melihat kepentingan secara menyeluruh.
“Kalau benar zona inti yang akan dievaluasi kurang bermanfaat bagi satwa dan justru di tempat lain lebih tepat, sedangkan panas bumi dapat dimanfaatkan bagi pemenuhan kebutuhan listrik, bukankah akan lebih ramah lingkungan," kata Husaini.
IMRAN M.A.