TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi (Purn) Awaloedin Djamin, mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan kepada Kepala Kepolisian Nasional Soekanto Tjokrodiatmojo. Menurut Awaloedin, kapolri pertama itu telah berjasa meletakkan dan membangun institusi Polri.
"Sebagai penghargaan atas jasa-jasa Soekanto kepada bangsa dan negara, tidak berlebihan untuk mengusulkan agar Soekanto dianugerahi sebagai pahlawan nasional," kata Awaloedin, saat peluncuran buku Jenderal Polisi RS Soekanto Tjokroditmodjo, di kampus Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Kamis, 11 Agustus 2016.
Mantan Presiden RI Gus Dur, kata dia, pernah berucap bahwa di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yaitu polisi tidur, patung polisi dan Hoegeng Imam Santoso. "Padahal Hoegeng yang menjadi idola karena kejujuran dan kesederhanaannya, dan M Yasin, pahlawan nasional, keduanya mengagumi kepribadian dan wibawa kepemimpinan Soekanto," kata Kapolri kedelapan pada tahun 1978-1982 itu menjadi salah satu penulis buku Soekanto itu.
Soekanto lahir pada 7 Juni 1908 di Bogor. Dia memasuki dunia pergerakan dengan aktif di Kepanduan Bangsa Indonesia (Jong Java) dan masuk ke kepolisian. Pada 1933, dia lulus dari pendidikan polisi di Sukabumi dengan pangkat Commisaris van Politie 3 e Klass (Komisaris Polisi Kelas III). Pada masa Hindia Belanda dia mencapai pangkat tinggi sebagai Komisaris Klas I dan pada zaman Jepang sebagai Itto Keishi (setingkat Komisaris Klas I).
Pria bernama lengkap Raden Said Soekanto Tjokroditmojo diangkat sebagai Kepala Kepolisian Nasional oleh Presiden Soekarno pada 29 September 1945. Saat itu Republik Indonesia masih 'bayi'. Soekano berpesan kepadanya untuk membangun kepolisian nasional. Dia menjadi orang nomor satu di kepolisia selama 14 tahun, 1945-1959. Hingga saat ini, dia tercatat sebagai kapolri terlama. Soekanto meninggal pada 1993 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir.
Peran Soekanto semasa revolusi fisik terekam saat terjadinya Agresi Militer Belanda I. Saat itu dia menyatakan perjuangan rakyat Indonesia menghadapi agresi Belanda adalah perjuangan seluruh bangsa Indonesia. Karena itu, Soekanto menyatakan Polri adalah combatant yang ikut perang bersama rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Polri tidak terikat Konvensi Jenewa yang menyatakan di masa pendudukan musuh, polisi tetap bertugas menjaga keamanan dan ketertiban umum.
Awaloedin mengatakan Soekanto adalah peletak dasar kepolisian nasional yang profesional dan modern. Secara operasional, semasa kepemimpinannya, Soekanto mendirikan banyak lembaga yang dibutuhkan Polri untuk mencapai visi tersebut. Dia membangun Brigade Mobil, Polisi Perairan, Polisi Udara, Polisi Perintis, Polisi Lalu Lintas, Polisi Kereta Api, Polisi Wanita, Laboratorium Nasional, Mendirikan national Central Beureau/Interpol, membentuk staf riset, staf keamanan pusat dan Biro Anak-Anak.
Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir dalam peluncuran buku Soekanto. Ia sependapat dengan Awaloedin. Menurut dia, Soekanto adalah figur yang banyak berjasa membangun Polri. "Saat ini jabatan Kapolri itu hanya beberapa tahun, dua sampai tiga tahun atau tahun 4 tahun. Tapi beliau telah melaksanakan tonggak dan juga menjalankan kepolisian selama 14 tahun, membangun dasar, membina, kaderisasi, dan lainnya," kata Kalla.
Wapres JK pun berharap generasi muda kepolisian untuk meneladani figur Soekanto dan meneruskan cita-citanya, yakni Polri yang profesional dan modern.
AMIRULLAH