TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan ada kejanggalan dalam draf Rancangan Peraturan Daerah Tata Ruang Pantai Utara Jakarta yang telah dibahas eksekutif dan legislatif. "Draf hasil sitaan KPK di Baleg (Badan Legislasi) dengan kami beda," kata Ahok kepada Jaksa Penuntut Umum dari KPK Ali Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 25 Juli 2016.
Ahok adalah salah seorang saksi dalam sidang suap reklamasi dengan terdakwa Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro. Ia tak menjelaskan perbedaan draf itu. Dia mengaku khawatir perbedaan itu akibat ditukar-tukar oleh anggota Dewan DKI. "Makanya saya katakan tidak akan paripurna jika saya tidak tanda tangan di setiap lembarnya," katanya. "Saya curiga nanti yang diketok ternyata drafnya beda."
Pembahasan Raperda Reklamasi sempat terhambat karena perbedaan pendapat antara eksekutif dan legislatif mengenai kontribusi tambahan. Ahok menginginkan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dikalikan dengan nilai jual objek pajak. Menurut dia, para pengembang sudah setuju dengan nilai itu.
Sunny Tanuwidjaja, staf khusus Ahok, mengatakan bahwa draf reklamasi yang sudah disetujui begitu dicetak selalu berbeda. Juga sering terjadi perdebatan siapa yang mengubah draf itu. "Itu yang membuat pembahasan lama,” katanya.
Lamanya pembahasan Raperda Reklamasi disebut membuat pengembang resah. Bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma, diduga pernah mengundang para anggota DPRD DKI ke kediamannya untuk membicarakan mekanisme pembahasan Raperda. Agung Sedayu Group adalah salah satu pengembang dalam proyek reklamasi.
Pertemuan itu dihadiri oleh Prasetio Edi Marsudi, Mohamad Taufik, Mohamad Sanusi, Mohamad Sangaji, Selamat Nurdin, dan Ariesman. Pada pertemuan itu, Sanusi mengindikasikan bahwa pengembang meminta agar proses pembahasan Raperda Reklamasi tidak terlalu bertele-tele.
MAYA AYU PUSPITASARI