TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersepakat menambah kewenangan BPOM. Satu kewenangan BPOM yang ditambah adalah lembaga ini bisa mengawasi rumah sakit, apotek, dan puskesmas.
Direktur Pengawasan Distribusi Obat BPOM Arustiono mengatakan, penambahan kewenangan itu akan diawali dengan revisi tiga peraturan menteri kesehatan terkait pengawasan obat. "Kami sudah rapat, BPOM nanti memiliki akses untuk mengawasi di rumah sakit melalui revisi permenkes itu," kata Arustiono di Kantornya, Selasa 19 Juli 2016.
Arustiono mengatakan kesepakatan itu sudah dibahas kemarin, Senin, 18 Juli 2016. Ia hadir dalam pembahasan tersebut. "Jadi nanti yang mengawasi rumah sakit, apotek, dan puskesmas Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten dan kota, juga BPOM," katanya.
Peraturan Menteri Kesehatan yang dimaksud Arus adalah Permenkes Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Permenkes Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan kefarmasian di Apotek, serta Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Pada ketiga aturan yang berlaku sejak 2014 itu, tidak tercantum BPOM sebagai pengawas.
Selama ini, kata dia, lembaga yang bertugas untuk membina dan mengawasi rumah sakit, apotek, dan puskesmas adalah Menteri Kesehatan, kepala dinas kesehatan provinsi, serta kepala dinas kesehatan kabupaten dan kota yang melibatkan organisasi profesi. Tapi dengan revisi permenkes tersebut, BPOM akan ikut mengawasi rumah sakit.
Arustiono menyambut baik rencana revisi ketiga permenkas tersebut. "Kalau kami BPOM diminta melindungi teman-teman kesehatan di rumah sakit, ya kami harus diberi akses sampai fasilitas kesehatan agar transparan," katanya.
Menurut dia, selama ini BPOM lebih bekerja dalam hal administrasi. Ia berujar, ketika vaksin impor sampai ke Indonesia, beacukai biasanya mengabari BPOM. Lalu BPOM menguji vaksin di setiap batch vaksin impor sebelum diberi izin edar ke masyarakat. "Hal ini untuk memastikan kualitas vaksin tidak berubah selama perjalanan dari daerah produksinya seperti Amerika hingga sampai di Indonesia," kata Arustiono.
Selain itu, kata Arustiono, BPOM juga menguji fasilitas penyimpanan yang wajib dimiliki distributor dalam negeri. Tujuannya, untuk memastikan kualitas vaksin dalam keadaan baik selama disebarkan ke masyarakat. "Namun, selama ini ketika sampai di rumah sakit, apotek, dan puskesmas, kami tidak bisa lagi mengawasinya," ujar Arustiono.
Ia mengatakan vaksin impor adalah target utama para penjahat vaksin palsu. Mereka mengoplos vaksin asli dan membaginya ke dalam ampul-ampul bekas yang dibuang oknum rumah sakit selaku pengguna vaksin.
Arustiono mengatakan pola pemalsuan seperti ini sudah lebih canggih dari cara terdahulu. "Dulu, pemalsuan dilakukan pada vaksin atau obat kadaluarsa yang diganti labelnya, sehingga dijual dan digunakan kembali. Sekarang mereka memproduksinya secara tidak steril," kata Arustiono.
MITRA TARIGAN