TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo berharap usulan tambahan pihaknya di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 dipenuhi Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut dia, keberadaan anggaran itu akan berpengaruh ke kinerja Korps Adhyaksa.
"Bayangkan, biaya perkara untuk satu perkara korupsi, untuk kasus yang jumlahnya kadang 10 tersangka," ujar Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jumat, 10 Juni 2016.
Beberapa hari lalu, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Prasetyo meminta tambahan anggaran Rp 310 miliar dalam APBN-P 2016. Menurut Prasetyo, anggaran itu untuk meringankan beban penanganan perkara, baik di bidang intelijen, pidana umum, perdata dan tata usaha, maupun pidana khusus.
Adapun dalam APBN 2016, Kejaksaan mendapat alokasi anggaran Rp 4,5 triliun, belum dipotong penghematan Rp 169 miliar. Sebagai pembanding, pada 2015, Kejagung tercatat menerima alokasi anggaran Rp 5,06 triliun dari APBN. Sedangkan pada 2014, Kejagung mendapat alokasi dana dari APBN sebesar Rp 3,8 triliun.
Prasetyo menjelaskan, kurangnya anggaran itu bisa berpengaruh ke kinerja penanganan perkara karena jaksa jadi harus menyiasati anggaran yang diberikan. Penggunaan anggaran harus dihemat betul agar mencukupi seluruh penanganan perkara yang ada tiap tahunnya.
Menurut Prasetyo, jaksa-jaksa di lapangan saat ini sudah mulai menerapkan penghematan tersebut. Sebab, anggaran tahun ini lebih kecil dibanding tahun lalu. Prasetyo pun berharap permintaan tambahan Rp 310 miliar tersebut segera dipenuhi.
"Kami kan enggak mungkin membiarkan kejahatan yang di depan mata. Perlu dipahami bagaimana teman-teman menyiasati anggaran di lapangan," ujarnya, menegaskan.
Selama ini, sejumlah jaksa beranggapan bahwa minimnya anggaran untuk mereka akibat masuknya jaksa dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. Dengan status ASN, Kejaksaan harus mengikuti mekanisme penganggaran lembaga sipil negara, yakni berdasarkan program kerja atau jumlah perkara di Kejaksaan.
Padahal jumlah perkara tak pernah pasti. Ketika anggaran tidak terpakai akibat jumlah perkara yang sedikit, hal itu dicap sebagai penyerapan anggaran yang gagal.
Keluhan minimnya anggaran juga dilontarkan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Narendra Jatna. "Status itu tidak pas dengan Kejaksaan yang memiliki banyak karakteristik khusus seperti Komisi Pemberantasan Korupsi," ujarnya.
ISTMAN MP