TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memeriksa Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu dalam kaitan dengan dugaan suap upaya penghentian penyelidikan kasus PT Brantas Abipraya (Persero). Pemanggilan akan dilayangkan setelah keduanya menyelesaikan proses pemeriksaan kode etik yang tengah dijalankan Jaksa Agung Muda Pengawasan.
"Mereka akan dipanggil setelah proses etik internal kejaksaan selesai," ujar Wakil Ketua KPK Laode Syarif ketika dihubungi, Rabu, 13 April 2016.
Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono membentuk Tim Klarifikasi Kasus, yang dipimpin Sekretaris Jamwas Jasman Panjaitan, untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik. Kejaksaan menilai ada kejanggalan dalam proses pelimpahan kasus tersebut dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ke Kejati DKI Jakarta. Selain itu, tim menduga adanya pelanggaran etik karena Sudung tercatat beberapa kali bertemu langsung dengan perantara suap tersebut, Marudut Pakpahan.
"Masih sedang proses kesimpulan akhir tim," kata Jasman saat dihubungi, Ahad lalu.
Sebelumnya, KPK menangkap tangan tiga orang yang diduga akan menyuap jaksa di Kejati DKI Jakarta agar menghentikan penyelidikan korupsi proyek iklan PT Brantas Abipraya. Mereka adalah Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko, Senior Manager Dandung Pamularno, dan pengusaha bernama Marudut Pakpahan.
KPK awalnya menangkap Dandung dan Marudut, yang tengah bertransaksi suap di toilet pria Hotel Best Western, Cawang, Jakarta Timur, dua pekan lalu. Tak lama kemudian, KPK juga berhasil menangkap Sudi. Marudut adalah orang yang dipercaya Dandung dan Sudi memiliki relasi dengan petinggi Kejati DKI Jakarta yang bisa menghentikan penyelidikan kasus perusahaan pelat merah tersebut.
KPK sendiri sebenarnya sudah pernah memeriksa Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu seusai pelaksanaan operasi tangkap tangan. Pemeriksaan keduanya berlangsung lama sejak siang hingga pukul 05.00 WIB keesokan harinya. Keduanya diduga memiliki kaitan dengan proses suap dan indikasi penghentian penyelidikan.
GHOIDA RAHMAH