TEMPO.CO, Bandung - Pengacara Taufik Hidayat, korban dugaan penganiayaan yang dilakukan Walikota Bandung Ridwan Kamil, Made Agus Rediyudana mengatakan sedang mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus penamparan yang menimpa kliennya. Salah satunya adalah rekaman CCTV di lokasi kejadian saat insiden dugaan penamparan tersebut terjadi.
"Kami sedang cari CCTV untuk melengkapi bahan penyelidikan. Selain itu ada dua saksi yang kami siapkan," ujar Agus kepada wartawan saat jumpa pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum Panglima, Kota Bandung, Senin, 21 Maret 2016.
Selain memperkarakan kasus dugaan penganiayaan tersebut, Agus akan kembali melaporkan orang nomor satu di Kota Bandung tersebut dengan tuduhan pencemaran nama baik. Ridwan Kamil dituduh mencemarkan nama Taufik di Twitter dengan menyebut sopir angkot tersebut adalah preman. "Kami sedang siapkan materi untuk melaporkan soal pencemaran nama baik," ujarnya.
Sore tadi, Senin, 21 Maret 2016, pengacara Taufik kembali mendatangi Polda Jabar. Kali ini, mereka mendatangi bagian Direktorat Kiriminal Khusus Polda Jabar. Kedatangan mereka khusus untuk berkonsultasi dengan polisi terkait rencana pelaporan pencemaran nama baik oleh Ridwan Kamil terhadap kliennya.
"Sebelum laporkan terkait pencemaran nama baik kami berkonsultasi dulu dengan penyidik. Agar laporannya tidak setengah-setengah," kata Andi Sahat Silalahi anggota LBH Panglima yang juga mendampingi Taufik.
Andi mengatakan, setelah berkonsultasi dengan tim reserse kriminal khusus Polda Jabar, pihaknya tinggal melengkapi keterangan dari ahli bahasa terkait cuitan Ridwan Kamil yang menuduh kliennya sebagai preman. "Kalau unsur pidananya sudah terpenuhi. Tapi, kami tinggal cari ahli bahasa yang bisa menunjukan bahwa cuitan tersebut benar-benar ditujukan pada klien kami," kata dia.
Kuasa hukum Andi membawa barang bukti berupa salinan cuitan Ridwan di akun Twitternya. Dalan cuitan tersebut, akun @ridwankamil menuduh supir angkot yang diduga ditampar dan dipukul olehnya merupakan preman.
"tdk ada pemukulan. ini ada preman maksa warga masuk mobilnya, kepergok walikota, mau kabur. sy dadah2 aja gitu?" cuit akun @ridwankamil, Ahad, 20 Maret 2016. "kalo ama preman maksa2 warga kyk gitu, saya pasti kasar. support kota tertib."
"Kalau sejak kami mendatangi Ridwan Kamil pada Jumat malam ditanggapi dengan baik kami tidak akan melanjutkan hal ini," ujar Andi. Ia mengaku pada malam hari setelah insiden tersebut terjadi, pihaknya mendampingi Taufik untuk sowan ke Ridwan Kamil di rumah dinasnya. Namun pada saat itu Ridwan Kamil tidak bersedia meneriima mereka dengan alasan sudah capek.
Kasus ini bermula saat Taufik yang merupakan supir angkot ilegal di Kota Bandung sedang ngetem menunggu penumpang di shelter bus Alun-alun Kota Bandung, Jumat, 18 Maret 2016, didatangi oleh Ridwan Kamil. Saat itu, Ridwan Kamil beserta ajudannya mendatangi Taufik untuk menegor. Saat itu pula kejadian penamparan dan pemukulan terhadap Taufik terjadi.
Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bandung Enjang Mulyana mengatakan angkutan kota (angkot) ilegal dengan menggunakan mobil pelat hitam ternyata sudah lama ada di kota Bandung. Bisnis ilegal tersebut sudah berlangsung sejak tahun 80-an.
"Kalau dilihat sejarah tahun 80-an sudah ada dan sempat berkurang di tahun 90," kata Enjang saat konferensi pers di Kafe Lacamera, Jalan Naripan, Kota Bandung, Senin, 21 Maret 2016.
Berdasarkan data 2010, jumlah angkot ilegal yang biasa menggunakan jalur tengah yakni Jalan Ahmad Yani hingga Alun-alun Kota Bandung mencapai 85 unit mobil pelat hitam. Jumlah tersebut berkurang setengah karena seringnya razia. "Sekarang tinggal 40 unit," ujarnya.
Dari 40 unit mobil angkot ilegal yang beroperasi, 22 unit diantaranya sudah didata. Sementara 18 unit sisanya menyatakan tidak mau didata. Selama ini angkot gelap memanfaatkan peluang jeda antar bus kota baik Damri atau Trans Metro Bandung (TMB) untuk menarik penumpang.
Menurut Enjang, jeda antar bus satu ke bus berikutnya bisa mencapai 7 menit. Para penumpang yang tidak sabar menunggu bus biasanya akan memanfaatkan angkutan ilegal. "Sekarang bus Damri dan TMB cuma ada 26 unit. Agar (jeda antar bus) bisa 5 menit idealnya perlu 30 sampai 34 unit bus," katanya.
Enjang menambahkan, Dinas Perhubungan sudah sering melakukan razia dan sosialisasi kepada angkot ilegal agar berhenti beroperasi. "Tapi seperti kucing-kucingan. Kalau ada petugas razia mereka hilang. Kalau petugas sudah enggak ada balik lagi," tandasnya.
IQBAL T. LAZUARDI S. | PUTRA PRIMA PERDANA