TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menyita uang gratifikasi yang diterima anggota Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat, Budi Supriyanto, sebesar SG$ 305 ribu atau setara dengan Rp 3,05 miliar dalam kasus proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2016. Penyidik menyitanya setelah menolak pelaporan dan pengembalian gratifikasi tersebut oleh kuasa hukum Budi ke KPK pada 10 Februari.
"Sejak saat itu, penyidik menyita uang tersebut," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK, Rabu, 2 Maret 2016.
Dalam laporannya, kuasa hukum Budi mencantumkan pemberi gratifikasi adalah Julia Prasetyarini, salah satu tersangka kasus korupsi pembangunan jalan di Maluku. Toh, Priharsa mengklaim belum menerima informasi detail soal adanya uang atau gratifikasi serupa yang diterima anggota parlemen lainnya. Hal ini merujuk pada kesaksian kuasa hukum Abdul Khoir, Haeruddin Massaro, tentang 24 anggota parlemen yang mungkin menerima suap dari kliennya.
Alasan penolakan laporan, menurut pelaksana harian Kepala Biro Humas, Yuyuk Andriati, karena KPK tengah menyelidiki kasus suap dan gratifikasi, yang juga melibatkan Budi. Uang tersebut justru dinilai sebagai bukti terjadinya suap. Toh, KPK akhirnya menetapkan Budi sebagai tersangka dan melanjutkan seluruh proses hukum kasus tersebut.
"Walaupun dia sudah mengembalikan, perkara akan tetap diproses," ujar Yuyuk.
Kasus ini berawal saat KPK menggelar operasi tangkap tangan terhadap empat orang, yaitu anggota Komisi Infrastruktur DPR Damayanti Wisnu Putranti sebagai tersangka penerima suap, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir sebagai pemberi suap, serta Julia Prasetyarini alias Uwi dan Dessy Edwin sebagai perantara. Duit yang diamankan saat operasi sebesar SG$ 99 ribu. Namun total duit yang telah dikucurkan Abdul sebesar SG$ 404 ribu.
ARIEF HIDAYAT