TEMPO.CO, Boyolali - Lambatnya proses pemulangan warga bekas pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menyebabkan penyuluh agama yang mendampingi warga eks Gafatar memilih angkat kaki dari Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah.
“Kegiatan kami di Asrama Haji Donohudan terakhir pada 7 Februari lalu,” Ketua Pusat Studi Gender dan Anak Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Jaurohatul Farida, Senin, 29 Februari 2016.
Jaurohatul mengatakan sumber daya manusia, dana, dan waktu kelompok mereka terbatas. “Kami kehabisan tenaga, sementara masih banyak pekerjaan lain yang harus kami selesaikan,” kata Jaurohatul, yang juga pengurus Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Remaja.
Menurut Farida, para eks Gafatar yang hingga kini masih ditampung di Asrama Haji Donohudan sudah melampaui batas masa darurat. Artinya, eks Gafatar itu sudah melewati masa transisi dan telah menyesuaikan diri dengan kondisi yang kini mereka hadapi.
Setelah terbiasa dengan kehidupan di tempat penampungan, Farida berujar, eks Gafatar itu mestinya juga sudah bisa mandiri dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Farida meminta pemerintah segera mencari solusi yang terbaik agar para eks Gafatar tidak terlalu lama hidup di tempat penampungan. Hingga Senin siang, eks Gafatar yang ditampung di Asrama Haji Donohudan masih 368 orang.
Anak-anak eks Gafatar mengisi waktu dengan bermain di sekitar Gedung Jeddah dan Muzdalifah tanpa pendamping. Dari pantauan Tempo, terlihat sejumlah anak eks Gafatar belajar menyanyi dengan menirukan lagu yang mereka putar dari telepon seluler. Namun mereka tidak menyanyikan lagu anak-anak, melainkan lagu lawas dari grup musik Swami yang berjudul Bongkar. Lagu yang didendangkan Iwan Fals itu mereka putar berulang-ulang dan ditirukan dengan suara yang tak kalah lantang. “O, o, ya o, ya o, ya bongkar!”
DINDA LEO LISTY