TEMPO.CO, Makassar - Tim penyelidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat memeriksa anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Akmal Pasluddin, Senin, 15 Februari. Akmal dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus korupsi dana Bansos (bantuan sosial) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan 2008.
Juru bicara Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Salahuddin, mengatakan selain Akmal penyidik juga memeriksa anggota DPRD Sulawesi Selatan dari Fraksi PDI Perjuangan, Dan Pongtasik. "Mereka datang pukul 09.00," kata Salahuddin, Senin, 15 Februari 2016.
Menurut Salahuddin, sebenarnya penyidik hendak memeriksa tiga saksi dalam kasus bansos. Namun, saksi Ajiep Padindang, anggota Dewan Perwakilan Daerah, belum terlihat hadir. Tim penyelidik kejaksaan belum menerima konfirmasi ketidakhadiran Ajiep. "Kami masih menunggu," ucap dia.
Dalam dokumen daftar penerima bansos yang diajukan bekas Bendahara Pengeluaran Sulawesi Selatan, Muhammad Anwar Beddu, ketika diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, ketiga saksi itu tercatat sebagai penerima dana.
Akmal Pasluddin tercatat menerima Rp 595 juta dengan mencatut 19 lembaga. Dalam dokumen itu disebutkan lembaga yang digunakan politikus PKS itu tidak mencantumkan alamat jelas dalam proposal.
Sedangkan Dan Pongtasik, tercatat menerima Rp 102 juta dengan menggunakan dua lembaga di Kabupaten Tana Toraja. Sedangkan, Ajiep Padindang tercatat menerima Rp 50 juta dengan menggunakan lembaga pusat studi pembangunan daerah salah satu universitas swasta di Makassar.
Dalam penanganan kasus bansos, kejaksaan telah menyeret enam terdakwa. Mereka adalah Andi Muallim, bekas Sekretaris Daerah Sulawesi Selatan (divonis penjara 2 tahun); bekas Bendahara Pengeluaran Sulawesi Selatan Anwar Beddu (dihukum 15 bulan); bekas legislator DPRD Sulawesi Selatan Muhammad Adil Patu (dihukum 2,5 tahun); bekas legislator DPRD Makassar, Mujiburrahman (diganjar 1 tahun); politikus Golkar Abdul Kahar Gani (dihukum 1 tahun) dan legislator DPRD Makassar (bebas).
Kasus itu mulai diusut setelah Badan Pemeriksa Keuangan merilis bahwa sebanyak 202 lembaga penerima dana bansos adalah fiktif. Dana Rp 8,8 miliar untuk lembaga itu dipastikan telah menimbulkan kerugian negara. BPK juga menemukan Rp 26 miliar dana bansos yang tidak jelas pertanggungjawabannya.
TRI YARI KURNIAWAN