TEMPO.CO, Bengkulu - Babinsa (bintara pembina desa) Sungai Lisai, Kopral Satu Isnai, harus berjalan kaki berjam-jam dan menyeberang sejumlah sungai saat menjalankan tugas di desa terpencil, yang terletak di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Desa ini berbatasan dengan Provinsi Jambi di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Dalam perjalanan itu, dia tak bisa menghindari bertemu dengan hewan buas, termasuk harimau. "Beberapa kali saya berjumpa dengan harimau, malah kita sempat bertatapan,” ujar Isnai, Senin, 1 Februari 2015.
Menurut Isnai, semula dia sempat ketakutan bertemu dengan harimau. Tapi, katanya, menurut masyarakat setempat, harimau adalah nenek moyang mereka dan tidak akan mengganggu jika kita tidak berniat jahat. “Takut sih, tapi dia tau kok niat saya baik jadi dia langsung pergi,” katanya.
Desa Sungai Lisai praktis terisolasi dari Kecamatan Pinang Belapis, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu. Desa ini berada di tengah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dengan populasi 367 jiwa. Jarak desa ini dengan desa terdekat, Desa Seblat Ulu, sejatinya hanya 9,5 kilometer. Namun harus ditempuh penduduk sekitar 3-4 jam dengan berjalan kaki menembus taman nasional dan harus menyeberangi puluhan sungai. Akibatnya, “Pembangunan di desa jauh dari optimal,” ujar Isnai.
Bupati Lebong, Rosjonsyah, menggambarkan betapa sulitnya masalah infrastruktur jalan di kawasan itu. “Untuk membantu hand traktor saja, kita harus membawanya pakai rakit,” katanya.
PHESI ESTER JULIKAWATI