TEMPO.CO, Pekanbaru - Eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) asal Riau menolak kembali ke Riau. Kalaupun diharuskan kembali Riau, mereka meminta pemerintah Riau memberikan jaminan sosial.
"Mereka minta jaminan sosial," kata Kepala Dinas Sosial Riau Syarifudin kepada Tempo, Ahad, 31 Januari 2016.
Syarifudin menyatakan kesulitan memulangkan 154 eks anggota Gafatar asal Riau karena jumlahnya jauh lebih banyak daripada perkiraan semula yang hanya 13 orang. Dinas Sosial memprediksi angka itu semakin bertambah.
"Diperkirakan akan bertambah hingga 200 orang. Sebab, masih ada 900 orang yang lagi diberangkatkan dari Kalimantan ke Jakarta," ucapnya.
Persoalannya, tutur Syarifudin, mereka tidak mau pulang ke Riau. Bahkan eks anggota Gafatar asal Riau ini membuat surat pernyataan tidak ingin pulang. Mereka beralasan tidak lagi memiliki tempat tinggal di daerah asal dan khawatir tidak diterima masyarakat. "Stigma negatif yang menyebut Gafatar sesat membuat mereka takut pulang," ujarnya.
Menurut Syarifudin, tampaknya para eks anggota Gafatar masih berusaha mencari celah agar tidak dipulangkan. Setelah dilakukan dialog, mereka justru meminta jaminan sosial kepada pemerintah daerah jika diharuskan pulang ke daerah. Begitu juga jaminan pengamanan dan perlindungan setelah mereka tiba di daerah asal.
Terkait dengan permintaan itu, Syarifudin mengatakan tidak bisa memberikan keputusan. Dinas Sosial, ucap dia, harus berkoordinasi lebih dulu dengan pemerintah Riau. "Urusan seperti ini harus melibatkan banyak pihak, tidak bisa Dinas Sosial saja," ujarnya.
Pemulangan yang dijadwalkan Senin, 1 Februari 2016, harus kembali tertunda lantaran belum ada kesepahaman antara pemerintah daerah dan eks anggota Gafatar. Terlebih pemulangan melalui jalur darat juga membutuhkan biaya besar dan pengamanan ekstra ketat.
Namun petugas yang saat ini berada di Jakarta jumlahnya tidak sebanding dengan eks anggota Gafatar yang ditampung di Asrama Haji dan Asrama Riau di Slipi, Jakarta. "Kami tidak ada anggaran mengangkut mereka sebanyak itu," tuturnya.
Untuk itu, kata dia, Dinas Sosial perlu berkoordinasi dengan pemerintah Riau dan berbagai lembaga, seperti Majelis Ulama Indonesia Riau, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, serta Dinas Pemuda dan Olahraga, untuk membahas teknis kepulangan mereka. "Tidak bisa hanya Dinsos," ucapnya.
Menurut Syarifudin, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik tidak cukup memantau saja. Harus ada program khusus pembinaan bagi eks anggota Gafatar setelah tiba di daerah. Begitu pun MUI. Lembaga ini sangat dibutuhkan untuk memberikan pemahaman akidah. Kepolisian Daerah Riau juga harus memberikan jaminan keamanan bagi mereka, baik dalam perjalanan ke Riau maupun setelah sampai di daerah.
Di sisi lain, Rumah Persinggahan Trauma Center (RPTC) milik Dinas Sosial Riau tidak cukup menampung eks anggota Gafatar jika nantinya tiba di Riau. Karena itu, ujar Syarifudin, pihaknya meminta Dinas Pemuda dan Olahraga Riau turut membantu menyediakan gedung untuk penampungan sementara di Pekanbaru. "Butuh peran banyak pihak untuk kepulangan mereka," tuturnya.
RIYAN NOFITRA