TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Umum Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Mahful Tumanurung, mengatakan organisasi yang pernah dipimpinnya tidak ada hubungan dengan Al Qiyadah Al Islamiyah yang dipimpin Ahmad Musadeq yang mengklaim sebagai nabi terakhir pengganti Nabi Muhammad.
"Tidak ada hubungannya. Kami hanya menganggap Musadeq sebagai guru biasa," kata Mahful di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat, 29 Januari 2016.
Tim pendamping Gafatar dari Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika, Sudarto, menerangkan Musadeq dan Gafatar tidak memiliki hubungan struktural. Menurut dia, Musadeq telah dinyatakan sesat saat memimpin Al Qiyadah lantaran mengaku nabi. Dia pun telah dipenjara.
Al Qiyadah lantas dibubarkan. Sebagian mantan pengikutnya bergabung mendirikan Gafatar dengan misi mandiri dalam ketahanan pangan melalui pertanian. "Nah setelah dipenjara, mereka (Gafatar) menganggap Musadeq telah diputihkan lagi. Sehingga dijadikan guru diskusi agama, bukan nabi," katanya.
Musadeq, kata Sudarto, tak lagi mengaku nabi saat bergabung dengan Gafatar. Ia pun dijadikan salah satu pembina, bersama mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto. Bibit pun akhirnya keluar dari Gafatar.
"Karena Pak Bibit menganggap Gafatar masih menganggap Musadeq sebagai mesiah," ujar Sudarto. "Tapi, sebetulnya tidak."
Sudarto melanjutkan saat ini Musadeq masih berada di Puncak, Bogor. "Saya tidak tahu kegiatan detailnya, mungkin dia berfokus menjadi 'guru' untuk berkonsultasi agama dan mendapat honor," ujar dia.
DEWI SUCI RAHAYU