TEMPO.CO, Banda Aceh – Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang belakangan ini kembali menghebohkan, diharamkan keberadaannya di Provinsi Aceh sejak setahun lalu. Bahkan beberapa pengurusnya sedang dipenjara. “Organisasi ini sudah difatwa haram oleh ulama di Aceh,” kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Tengku Faisal Ali kepada Tempo, Selasa 12 Januari 2016.
Fatwa tersebut bernomor 01 Tahun 2015 tentang organisasi Gafatar dan dikeluarkan pada 22 Januari 2015. Disebutkan bahwa ajaran (pemahaman, pemikiran, keyakinan dan pengamalan) Gafatar adalah metamorfosis dari Millata Abraham dan al-Qiyadah al-Islamiyah. Gafatar dinilai sesat dan menyesatkan, sehingga setiap pengikutnya adalah murtad.
Menurut Faisal, pola Gafatar merekrut pengikut di Aceh ketika itu sama persis dengan kasus dr Rica di Yogyakarta. “Tapi di Aceh dulunya banyak anak muda yang direkrut, hilang seminggu dan pulang lagi tidak menjadi perhatian,” ujarnya.
Mereka kebanyakan diberikan pendidikan di wilayah Aceh, hanya sesekali diajak keluar dalam waktu yang tidak terlalu lama. “Mereka dicuci otaknya dengan pemahaman organisasi,” kata Faisal.
Para pengurus Gafatar di Aceh, kata Faizal, dulunya adalah kelompok Millata Abraham yang muncul sejak 2011 dan telah dibubarkan pemerintah. Namun mereka datangl lagi dan merekrut banyak anak muda pada 2014. “Saat itu diperkirakan ada 100 anak muda di Aceh yang terlibat, kadarnya masih ikut-ikutan.”
Dalam catatan Tempo, ada enam pengurus Gafatar Aceh yang divonis tiga dan empat tahun penjara pada 15 Juni 2015 oleh Pengadilan Negeri Banda Aceh. Mereka dinilai terbukti menistakan agama.
Teuku Abdul Fatah, Ketua DPD Gafatar Aceh, divonis empat tahun penjara. Adapun lima lainnya dihukum tiga tahun. Mereka ialah Muhammad Althaf Mauliyul Islam (Ketua Gafatar Kota Banda Aceh), Musliadi (Wakil Ketua Gafatar Aceh), Fuadi Mardhatillah (Kepala Bidang Informasi Gafatar Aceh), Ayu Ariestiana (pengurus) dan Ridha Hidayat (pengurus).
Keberadaan mereka awalnya tercium saat massa mengerebek kantor Gafatar di Lamgapang, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar pada Januari 2015. Mereka dinilai mengajarkan aliran sesat. Para pengurus kemudian ditangkap polisi dan menjalani proses pengadilan.
ADI WARSIDI