TEMPO.CO, Sidoarjo - Rencana perusahaan minyak dan gas Lapindo Brantas, Inc. melakukan persiapan pengeboran di Sumur Tanggulangin 1, Desa Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, berjalan lancar.
Namun demikian, warga dua desa yang berada di sekitar area pengeboran diam-diam menolak dengan alasan trauma terhadap tragedi semburan lumpur panas Lapindo.
Dari pantauan Tempo di area Sumur Tanggulangin 1, Rabu, 6 Januari 2015, kegiatan pengerukan dan pemadatan tanah, yang menjadi kegiatan awal untuk melakukan pengeboran sumur, berjalan lancar tanpa ada hadangan dari warga. Sebuah ekskavator dan puluhan dump truk bebas keluar-masuk menurunkan sirtu.
Ratusan aparat keamanan juga tampak berjaga mengamankan proses pengurukan. Selain berjaga di area sekitar lokasi, mereka juga disebar di sejumlah titik persimpangan jalan sepanjang akses masuk ke lokasi. Lokasi pengeboran berada tak jauh dari pusat semburan lumpur panas, sekitar 1 kilometer sebelah utara tanggul yang masuk Desa Kalidawir, Tanggulangin.
Meski pengerukan dan pemadatan tanah di lokasi pengeboran berjalan lancar, warga di dua desa yang berada di dekat lokasi pengeboran, yakni Desa Kedungbanteng dan Banjar Asri, diam-diam menolak secara tegas. "Warga sebenarnya banyak tidak setuju. Alasannya, trauma dengan semburan panas Lapindo," kata warga Banjar Asri yang enggan disebutkan namanya.
Menurut dia, jauh-jauh hari sebelumnya, warga Banjar Sari dan Kedungbanteng telah menolak. Namun belakangan penolakan tak begitu gencar seiring lobi-lobi dan sosialisasi, baik yang dilakukan Lapindo Brantas, Inc., aparat desa, aparat keamanan, maupun pemerintah daerah. "Mereka bilang warga harus patuh dengan Undang-Undang 45 Pasal 33."
Penolakan yang sama juga diungkapkan Sholik, warga Kedungbanteng. Meski menolak, keduanya tetap menerima kompensasi yang diberikan Lapindo Brantas, Inc. berupa uang dan sembako. Warga mendapat kompensasi uang sebesar Rp 130 ribu per keluarga. Sedangkan kompensasi sembako berupa beras 10 kilogram dan gula 1 kilogram. "Ngambilnya tadi malam," ujar keduanya.
Public Relation Manager Lapindo Brantas, Inc., Arief Setya Widodo, mengatakan, sebelum melakukan pengeboran, pihaknya sudah melakukan sosialisasi serta memberikan kompensasi dan membuat perjanjian dengan warga. "Sudah ada MoU bahwa kami sepakat akan memberikan ganti rugi bila terjadi hal-hal yang di luar perkiraan," katanya.
Menurut Arief, seharusnya pengeboran sudah dilakukan pada awal Desember 2015. Pengeboran, kata Arief, perlu segera dilakukan menyusul permintaan pemerintah, dalam hal ini SKK Migas, untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan gas di Jawa Timur dan sekitarnya. "Dalam rangka mendukung program pemerintah pengadaan gas."
Produksi gas Lapindo Brantas, Inc. di Sumur Tanggulangin 1 diprediksi mencapai 5 juta kaki kubik per hari. Jika digabung dengan 30 sumur yang sudah beroperasi di Sidoarjo, total produksi gas mencapai 8 juta kaki kubik per hari. "Dulu produksi gas Lapindo bisa sampai 80 juta kaki kubik per hari," katanya.
Selain di Sumur Tanggulangin 1, Lapindo juga akan mengebor di Sumur Tanggulangin 2 yang masih berada di Desa Kedungbanteng. Keduanya diprediksi mampu menghasilkan gas 10 juta kaki kubik per hari. Sebelumnya, sudah ada lima sumur pengeboran di Kadengbanteng. Namun yang beroperasi hanya tiga. "Untuk eksplosarinya mungkin targetnya diperkirakan awal Maret 2016," ujarnya.
NUR HADI