TEMPO.CO, Mataram - Wisatawan asing yang menyalahgunakan izin tinggal untuk berbisnis di Lombok makin meningkat. Dalam empat bulan terakhir, ada 25 orang yang melakukan bisnis guest house dan instruktur diving di Kuta, Lombok Tengah.
Pada delapan bulan pertama 2015, Imigrasi menangkap 20 orang asing yang juga melakukan pelanggaran izin tinggal. “Angka peningkatan pelanggaran signifikan,” kata Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan (Wasdakim) Imigrasi Mataram R. Agung Wibowo, Jumat, 25 Desember 2015.
Menurut Agung, Oktober 2015 merupakan bulan tertinggi temuan pelanggaran izin tinggal. Ada sebelas orang asing yang diciduk di kawasan wisata Senggigi, Lombok Barat; Kuta, Lombok Tengah; dan Gili Meno, Lombok Utara.
Sedangkan selama Desember 2015, Imigrasi menangkap sepuluh orang asing di lokasi wisata yang sama. Sebanyak 45 orang asing pelanggar izin tinggal tersebut sudah dideportasi, baik secara langsung dari Bandar Udara (Bandara) Internasional Lombok maupun transit dulu di Bandara Ngurah Rai, Bali, atau Bandara Soekarno-Hatta, Banten.
Imigrasi Mataram melakukan deportasi setelah melakukan operasi tangkap tangan langsung dan mendapat laporan dari anggota TNI yang menjadi mitra. “Kami memang mendayagunakan lembaga lain menggunakan dana taktis,” ujar Agung Wibowo.
Warga asing yang dideportasi berasal dari 17 negara. Antara lain 11 orang dari Australia; 11 warga Malaysia; masing-masing 3 orang Amerika Serikat, Inggris dan Jerman; serta selebihnya dari Afrika Selatan, Cina, Bangladesh, Belgia, Swiss, Spanyol, Kanada, Swedia, Prancis, Belanda, Nigeria, dan Libanon.
Kepala Kantor Imigrasi Mataram Hasanudin berharap bisa bersinergi dengan masyarakat yang memberi informasi. "Masyarakat diharapkan memberikan informasi adanya kegiatan warga negara asing di lingkungannya," tuturnya.
Hingga kini, masih banyak pengaduan yang belum selesai dituntaskan dari 320 pengaduan yang diterima dari masyarakat tentang adanya pelanggaran keimigrasian WNA. “Selebihnya masih dalam pengusutan,” katanya.
SUPRIYANTHO KHAFID