TEMPO.CO, Jakarta - Belasan budayawan dan cendekiawan hari ini mengikuti acara makan siang dengan Presiden Joko Widodo. Setelah pertemuan tersebut, salah satu peserta pertemuan, Sys N.S., menyebut Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla kurang berani dalam menanggapi berbagai masalah yang muncul.
"Kalau budayawan menilai atau saya pribadi mengkritik atau menilai kekurangan dari Presiden dan Wapres, untuk pemerintah pada umumnya adalah kurang berani," katanya setelah bertemu dengan Presiden Jokowi di kantor Presiden, Selasa, 22 Desember 2015. Menurut dia, Presiden sering kali telat mengambil kebijakan dan cenderung bersikap tenang lebih dulu.
Ia mencontohkan kasus pencatutan nama Presiden Jokowi yang berujung sidang Mahkamah Kehormatan Dewan. Sys menilai seharusnya Presiden Jokowi mengambil sikap sejak awal. Jokowi, kata dia, seharusnya menegaskan kepada masyarakat bahwa sidang MKD tidak berjalan dengan benar. "Seharusnya dari depan, MKD bagus, tapi aturannya tidak benar. Meski aturan sudah baku, tapi tidak benar. Itu harus dikatakan Presiden," ujarnya.
Sys mengatakan para budayawan berharap Presiden menerapkan sistem "top-down". Misalnya dalam pemberantasan korupsi. Budayawan mengatakan Presiden harus tegas dan berani dalam memberantas korupsi. "Hasilnya, seluruhnya akan menjadi antikorupsi," ucapnya.
Belasan budayawan yang ikut dalam acara makan siang itu antara lain Butet Kartaredjasa, Sys N.S., Franz Magnis Suseno, Nasirun, Nyoman Nuarta, Sindhunata, Radhar Panca Dahana, dan Muhammad Sobary. Dalam pertemuan itu, Radhar Panca Dahana mengatakan Presiden juga sepakat bahwa pembangunan mengalami defisit kelembapan atau terlalu kering. "Presiden menilai pembangunan hanya diisi pencapaian atau ambisi yang bersifat material. Keringnya karena tidak ada fundamen kebudayaan," ucapnya.
ANANDA TERESIA