TEMPO.CO, Yogyakarta - Antropolog asal Belgia, Patrick Vanhoebrouck, mengisahkan kedekatannya dengan Ben Anderson. Ketertarikan terhadap topeng klasik membuat mereka bersahabat. Ben dikenal punya minat kuat ihwal kesenian tradisional. Di antaranya wayang, topeng, filsafat di balik kesenian wayang, dan kekuatan rasa.
Patrick, 43 tahun adalah alumnus University of Illinois di Chicago, Amerika Serikat. Ia juga mengambil studi Antropologi Budaya bergelar master di Leiden, Belanda. Patrick tertarik mendalami spiritualitas dan kejawen. Dia berada di Yogyakarta selama 13 tahun. Patrick bertemu Ben pertama kali tahun 2001 untuk proyek riset tentang topeng.
Ben Anderson adalah profesor dari Universitas Cornell, Amerika Serikat yang ikut mewarnai pemikiran dunia tentang Indonesia. Ben Anderson wafat di Batu, Jawa Timur, Minggu dinihari, 13 Desember 2015. Ben dikenal karena kritik-kritiknya terhadap Orde Baru. Ia pernah dilarang masuk ke Indonesia oleh Soeharto dan baru datang lagi ke sini setelah rezim Soeharto jatuh. Ben, 79 tahun, datang ke Indonesia untuk mengisi kuliah umum bertema anarkisme dan nasionalisme di kampus Universitas Indonesia, Depok, Kamis, 10 Desember 2015.
Ben waktu itu meminta Patrick yang waktu itu mengambil studi di Chicago untuk berkunjung ke rumah Ben. Kediaman Ben tak jauh dari Cornell University. Untuk menuju rumah Ben dari Cornell hanya butuh 15 menit, menggunakan mobil. Patrick datang dan menginap selama dua malam di rumah Ben, yang berada di pelosok Ithaca. Di sekitarnya ada danau dan kebun jagung. Ben punya halaman dengan rumput yang sengaja tidak dipotong. Di belakang rumah Ben terdapat hutan. "Sepi banget dan banyak hutan di sekitar rumah Ben," kata Patrick di Yogyakarta, Kamis 17 Desember 2015.
Rumah Ben hanya punya satu lantai dan jauh dari kesab mewah. Ben menyimpan satu topeng Cirebon koleksinya di rumah. Kertas-kertas, dokumen, dan buku-buku berserakan di dalam rumahnya. Situasi dalam rumah itu tak terlalu rapi. Tapi, bersih. Patrick nyaman dan santai di sana. Ben berteman orang Indonesia yang membantunya memasak. Kepada Patrick, Ben banyak cerita ihwal topeng klasik peninggalan Mangkunegaran.
Ben mengisahkan dia ke Solo tahun 1963 ketika ia melakukan riset untuk disertasinya di Indonesia. Pada tahun itu, Ben memotret topeng klasik yang pernah ditulis Belanda. Topeng-topeng itu dikeluarkan satu per satu dari delapan almari. Ben dibantu juru kunci Keraton Mangkunegaran. Ben lalu menyusun kodifikasi untuk setiap topeng. Dia juga membuat catatan dari cerita juru kunci ihwal topeng itu.
Foto-foto Ben dan semua catatan tentang topeng itu disimpan di museum sejarah dan antropologi milik Universitas Cornell. Ben memberi izin Patrick untuk membawa semua dokumentasi topeng untuk riset. Tapi, patrick memutuskan untuk men-scan saja foto-foto Ben. Patrick kemudian datang ke Cornell dan men-scan foto-foto koleksi Ben. Semua foto Ben yang ia scan dibuat dalam bentuk digital. Sekitar tahun 2013, Ben melalui Edu, asistennya menghubungi Patrick lewat pesan surat elektronik. Ben meminta Patrick untuk memberikan foto-foto digital tentang topeng yang sudah Patrick buat ke Cornell. Universitas itu punya gawe untuk proyek open source library khusus tentang hasil penelitian Ben Anderson.
Kepada Patrick, Ben bercerita tahun 1967 datang ke Solo. Ben ingin melihat lagi topeng-topeng klasik itu. Dia kaget saat berada di Solo. Topeng-topeng kuno itu tak ada di almari. Ben juga kesulitan mencari informasi tentang topeng karena juru kunci keraton sudah diganti. Ben lalu jalan-jalan ke pasar Klewer, Solo. Di pinggiran pasar itu, Ben menemukan topeng yang masih ada simbol Mangkunegaran. Ben lalu membelinya. "Dia bilang harganya murah. Ben prihatin karena topeng klasik Mangkunegaran semakin punah," kata Patrick.
Ben dan Patrick terus menjalin persahabatan. Januari 2015, Ben dan Patrick berkomunikasi melalui surat elektronik. Ben bilang kepada Patrick bahwa dia akan berkunjung ke Jawa setelah singgah di Filipina. Ben berkata menyiapkan satu hari di Yogyakarta. Kepada Patrick, Ben menyatakan tak banyak tahu tentang Yogyakarta. Ben selama ini lebih banyak menghabiskan waktunya mengunjungi Wonogiri, Solo, dan Pacitan. Di Yogyakarta, Ben menginap di hotel Jalan Dagen, dekat Malioboro. Selepas dari Joglo Bebana, Ben mampir ke Gereja Ganjuran di Bantul.
Majalah Tempo terbitan Senin 21 Desember 2015 ini mengulas Ben Anderson dan pentingnya bagi Indonesia.
SHINTA MAHARANI