TEMPO.CO, Bandung - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Hening Widiatmoko mengatakan jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan penggunaan upah minimum tahun depan lebih sedikit. “Saya yakin agak berkurang kalau melihat sudah ada Upah Minimum (Sektor) Padat Karya,” kata dia, Rabu, 16 Desember 2015.
Hening beralasan, biasanya perusahaan yang mengajukan penangguhan upah berasal dari sektor padat karya. Tahun ini misalnya Gubernur Jawa Barat menyetujui penerbitan Surat Keputusan Gubernur khusus untuk Sektor Padat Karya, selain Upah Minimum Sektor Kabupaten/Kota (UMSK) untuk standar upah sejumlah sektor tahun depan menyusul terbitnya penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Menurut Hening, pada penetapan upah yang akan berlaku tahun depan, pemerintah Jawa Barat menertibkan klasifikasi sektor dalam UMKS. Definisi sektor misalnya merujuk pada kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) tahun 2005.
Khusus sektor padat karya, merujuk pada ketentuan sektor tersebut yang ditetapkan dalam Inpres Nomor 9/2013. “Golongan perusahaan pada kelompok usaha Sektor Padat Karya itu dapat dilihat di Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 50 tahun 2013 tentang Padat Karya,” kata Hening.
Ada empat daerah yang mengirim rekomendasi khusus upah minimum sektor padat karya yaitu Purwakarta, Kabupaten Bogor, Kota Depok, serta Kabupaten Sumedang. Purwakarta misalnya sudah mengeluarkan upah minimum khusus sektor padat karya sejak 2013.
Daerah lain misalnya Sumedang membuat upah sektor padat karya untuk pegawai pabrik tahu di sana. "Sejak dulu Sumedang selalu ada dua angka UMK, satu untuk daerah perkotaan banyak pabrik tahu angkanya lebih kecil, kalau di perbatasan ada pabrik tekstil angkanya lebih besar," kata Hening.
Soal nilainya, Hening mengaku tidak ingat rinciannya. "Ada yang sama persis seperti upahnya tahun lalu, ada yang disepakati nilainya sekian sepanjang tidak lebih rendah dari UMK," kata Hening.
Hingga kini, hanya ada 10 perusahaan yang mengajukan penangguhan. Sepuluh daerah itu antara lain berasal dari Karawang dan Bekasi. “Karawang paling banyak yang masuk. Sampai saat ini ada enam perusahaan dari sana,” kata Kepala Sub Bagian Pengupahan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Teguh Khasbudi. Batas akhir bagi perusahaan yang hendak mengajukan penangguhan upah hingga tanggal 20 Desember 2015.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat Deddy Wijaya mengatakan, jumlah perusahaah yang akan mengajukan penangguhan upah tahun ini berkurang. “Berkurang jauh sekali,” kata dia saat dihubungi Tempo, Rabu, 16 Desember 2015.
Deddy menaksir penurunannya bisa menembus 30 persen dari jumlah perusahaan yang mengirim penangguhan upah setahun lalu. “Salah satunya dengan adanya Upah Minimum Padat Karya,” kata dia.
Selain itu, pada tahun depan pemerintah Jawa Barat juga menetakan Upah Minimum Provinsi yang membantu perusahaan yang beroperasi di lintas kabupaten/kota. “Kalau dulu tidak ada UMP, sehingga menyulitkan perusahaan yang berlainan wilayahnya,” kata Deddy.
Deddy meminta pemerintah pusat menerbitkan aturan yang menguatkan lagi penggunaan Upah Sektor. Salah satunya penunjukan Asosiasi untuk membahas upah sektor dengan perwakilan serikat pekerja khusus sektor itu. “Pembahasanya misalnya dengan asosiasi sejenis, misal tekstil ada Asosiasi Pertekstilan Indonesia, lalu Asosiasi sepatu, pabrik otomotif, elektronik. Itu bisa dibicarakan terbuka, tapi kalau perusahaan sejenis yang hanay 2-3 perusahaan cukup diserahkan pada perundingan bipartit,” kata dia.
Perusahaan yang mengajukan penangguhan upah tahun akhir tahun lalu menembus 190 perusahaan. Dari jumlah itu Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat pada Januari 2015 hanya membolehkan 174 perusahaan yang melakukan penangguhan penggunaan nilai UMK 2015. Sektiar 80 persennya perusahaan yang mengajukan penangguhan upah kala itu dari sektor padat karya.
AHMAD FIKRI