TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi kesepuluh, Kamis, 3 Desember 2015. Pelaksana tugas Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki berharap, dari konferensi ini, semua kementerian atau lembaga memperoleh program pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) bukan pertanggungjawaban lembaga negara ke KPK, sama sekali bukan. Tapi KNPK ikut melaporkan pencegahan dan pemberantasan korupsi kepada rakyat," kata Ruki saat membuka KNPK kesepuluh di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Desember 2015.
Acara ini memang diikuti semua perwakilan lembaga negara yang nantinya akan melaporkan program pencegahan dan pemberantasan korupsi di masing-masing instansinya.
Menurut Ruki, pencegahan dan pemberantasan korupsi bukan lagi pada tahapan teori. "Sudah tataran praktek aksi, sehingga seruan ayo kerja sudah sangat tepat. Kita perlu kerja keras, kerja cepat, perlu Indonesia merdeka dari korupsi," ujarnya.
Berdasarkan pengalaman KPK selama ini, ucap Ruki, korupsi disebabkan dua faktor, yakni manusia dan sistem. Korupsi di golongan bawah, seperti pegawai negeri sipil, tentara, Tamtama, dan polisi, disebut petty corruption atau korupsi kecil. Korupsi ini didorong untuk mencukupi kebutuhan hidup. Karena itu, menurut Ruki, cara mengatasinya adalah dengan perbaikan sistem melalui peningkatan kesejahteraan.
Kedua, korupsi yang terjadi karena failed system dan weak system. Ruki menyarankan, yang seharusnya dilakukan lembaga pemerintah dan negara adalah me-review setiap sistemnya.
Acara KNPK ini dihadiri para petinggi negara. Selain para pemimpin KPK, hadir pula Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Muhammad Yusuf, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan, Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti, Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK Destry Damayanti, dan hakim agung Artidjo Alkostar.
LINDA TRIANITA