TEMPO.CO, Surabaya -Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan izin kepada 18 perusahaan tambang pasir di Kabupaten Lumajang agar bisa beroperasi kembali memperlancar distribusi pasir beton. “Jumlah perusahaan itu akan terus bertambah jika beberapa tambang pasir mati,” kata Gubernur Jawa Timur Soekarwo kepada wartawan di kantornya, Kamis, 2 Desember 2015.
Perusahaan-perusahaan itu akan mulai beroperasi mulai 7 Desember 2015 untuk memasok proyek-proyek infrastruktur. Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengirimkan surat kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat agar memberikan kelonggaran waktu penyelesaian proyek. Sehingga, jika proyek-proyek itu belum selesai, tidak sampai dikenai denda.
Beberapa jalan tol, misalnya, harus selesai pada Oktober 2015. “Tapi, karena tidak ada bahan, schedule yang ditetapkan melebihi batas.”
Delapan proyek besar tersendat. Menurut Gubernur, tersendatnya proyek itu merupakan dampak dari peristiwa pembunuhan aktivis anti tambang Salim Kancil di Kabupaten Lumajang.
Proyek yang tersendat di antaranya adalah pembangunan Jalan Tol Gempol-Pasuruan, Surabaya-Mojokerto,dan Mojokerto-Kertosono. Juga proyek pemerintah di Jalur Lintas Selatan yakni Glenmor-Gendenglembu, Banyuwangi, Gendelenmbu-Malangsari, Kalimujur-Bontoyudo Lumajangdan Jarit – Kalimujur. Proyek peninggian jalan di Kabupaten Bangkalan juga terganggu.
Soekarwo menjelaskan untuk kebutuhan pasir Jawa Timur di bagian barat khususnya Magetan, Ngawi dan Madiun terpenuhi dari pasir dari Gunung Merapi. Karakteristik pasir beton di Lumajang berbeda dengan di Gunung Kelud dan Merapi. Pasir beton Gunung Semeru berkarakteristik tinggi cocok untuk bahan utama pembangunan, sedangkan di gunung yang lainnya kualitasnya lebih rendah.
Pasir beton dari Kabupaten Lumajang, kata Soekarwo, menjadi pasokan utama beberapa proyek. Pasir itu digunakan untuk tiang penyangga utama, paku bumi, pilar bangunan, dan untuk pembuatan jalan.
Sebelumnya, aktivitas penambangan berhenti pasca moratorium penambangan sebagai dampak tragedi Salim Kancil. Hal ini berimbas pada penghasilan para penambang yang selama ini bergantung dari mengumpulkan pasir di DAS Kalimujur.
EDWIN FAJERIAL